daftar pengunjung

Rabu, 11 April 2012

Darah di Jalan Dakwah (1)


Darah di Jalan Dakwah (1)

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Sejarah nabi adalah buku yang berbicara dan lembaran yang menyaksikan atas permusuhan orang kafir terhadap Allah, rasul, dan para hamba-Nya. Itu merupakan buku yang berbicara tentang kewajiban yang harus dilakukan seorang muslim dari kesungguhan dan kewaspadaan, jihad, dan pengorbanan.
Sesungguhnya sejarah nabi menjadi pelajaran bagi kaum muslimin pada masa yang akan datang. Allah SWT telah berfirman yang artinya, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (Al-Ahzaab: 21).

Peristiwa dalam sejarah nabi bukanlah peristiwa yang berlalu dan terputus pengaruh dan pelajarannya. Tetapi, ia adalah cermin yang nyata. Bila seorang muslim melihat dengan cermin itu, ia akan mengetahui apa yang tengah terjadi di sekitaranya. Ia tahu apa yang menimpa Rasulullah saw. dan para sahabatnya berupa kepedihan, kesediham, luka, dan darah. Semua itu adalah dimaksudkan agar kaum muslimin mengetahui bahwa sejarah dakwah itu panjang, dan bahwa orang-orang kafir tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak pula (mengindahkan) perjanjian. Mereka adalah orang yang paling keras permusuhannya terhadap kaum mukminini, pemilik kebenaran dan petunjuk.

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Ada dua peristiwa besar dalam sejarah nabi yang banyak dilupakan dan tidak diperhatikan manusia. Karena itu, kami memandang perlu untuk mengangkat kembali peristiwa ini guna menjelaskan kepada manusia bahwa dalam perjalanan dakwahnya, nabi kita Muhammad saw. kehilangan sahabat, penolong, dan kerabat. Mereka berjihad di jalan Allah dengan jihad yang sesungguhnya. Mereka adalah orang yang kokoh di atas prinsip dari awal hingga akhir, memenuhi janji, teguh di atas jalan lurus bak batu karang.

Pada bulan Safar tahun empat Hijriah datanglah utusan dari Adhal dan Qarah--dua kabilah dari Najed--kepada nabi saw. dan menyatakan keislamannya. Mereka kemudian berkata, "Ya Rasulullah, di antara kami terdapat orang Islam, karena itu utuslah bersama kami orang dari sahabatmu untuk membacakan Alquran dan mengajarkan syariat Islam kepada kami." Untuk tugas yang besar ini, Rasulullah saw. kemudian mengutus enam orang saleh dari para qura dan ulama. Mereka adalah Martsad bin Abi Martsad al-Ghanawi, Ashim bin Tsabit bin Abi Al-Aqlah, Zayid bin Datsinnah, Abdullah bin Thariq, Khalid bin Bukair dan Khubaib bin Adi. Rasulullah saw. mengutus mereka untuk melakukan pengajaran, penyucian, memberikan pemahaman dan pendidikan.

Maka, berangkatlah keenam sahabat ini bersama utusan yang menampakkan Islam dan menyembunyikan kekafiran, bersama orang munafik yang zahirnya berbeda dengan batinnya, yang mengatakan apa yang tidak dikerjakan dan mengerjakan apa yang tidak diperintahkan. Tatkala mereka tiba di sebuah tempat yang disebut dengan Rajii--daerah antara Usfan dan Mekah--para utusan berteriak meminta tolong kepada kaum kafir. Mereka kemudian mengelilingi ke enam sahabat itu, mencabut pedang dan berkata, "Berjanjilah kepada Allah, kami tidak akan membunuh kalian, tetapi kami akan menjual kalian ke penduduk Mekah."

Lalu, apakah yang dilakukan para sahabat dalam situasi seperti ini? Adapun 'Ashim bin Tsabit bin Abi al-Aqlah berkata, "Demi Allah, aku tidak menerima janji orang musyrik." Ashim mengetahui bahwa orang musyrik telah merusak janji kepada Allah. Yaitu, ia dikeluarkan dari tulang rusuk ayahnya Adam. Allah berfirman kepada seluruh manusia, "Bukankah Aku ini Rab kalian? Mereka menjawab, "Ya, kami menyaksikan." Orang musyrik itu telah berjanji kepada Allah, tetapi ketika ia lahir ke dunia dan Allah menganugerahkan nikmat pendengaran dan penglihatan serta berbagai nikmat dahir dan batin lainnya, ia merusak janji itu. Ia menyekutukan Allah dan kafir kepada-Nya. Ia menghina dan mencela ayat-ayat-Nya dan berpaling dari petunjuk-Nya. "Saya tidak menerima janji dari orang musyrik, dan aku telah berjanji kepada Rabku agar aku tidak disentuh orang musyrik dan agar aku tidak menyentuh orang musyrik," ujar 'Ashim. Lalu, berdirilah beberapa orang dari mereka dan membunuhnya. Mereka kemudian mengikat tiga sahabat yang lain, yaitu Abdullah bin Thariq, Zaid bin Datsinnah, dan Khubaib bin Adi. Abdullah bin Thariq berkata, "Demi Allah, ini adalah awal penghianatan." Kemudian, ketika sampai di sebagaian jalan, Abdullah berhasil melepaskan ikatannya. Ia lalu mencabut pedangnya untuk membunuh mereka. Tetapi, ternyata mereka adalah para pengecut, hina tidak berarti. Mereka tidak berani membunuh Abdullah, tetapi mereka berhenti di kejauhan dengan melempar batu, hingga akhirnya roh Abdullah kembali ke penciptanya.

Maka, tinggallah dua orang yaitu, Khubaib bin Adi dan Zaid bin Ad-Datsinnah, semoga Allah meridai keduanya. Kaum kafir itu berhasil membawa keduanya ke Mekah dan menjualnya. Hubaib bin Adi dibeli Bani Harts bin Amir yang tewas pada saat Perang Badar. Sementara, Zaid bin Ad-Datsinnah dibeli Sofyan bin Umayyah. Keduanya kemudian di penjara, sementara bibir kaum kafir terkatup, hatinya bergerak, karena sebentar lagi mereka akan menyaksikan aksi balas dendam. Balas dendam terhadap dua tawanan yang terikat dan tidak bisa apa-apa. Mereka tidak membunuh keduanya dalam medan perang, tetapi dalam kondisi terikat tidak berdaya. Hubaib kemudian meminta izin untuk salat dua rakaat sebelum ia dibunuh. Ia tidak berteriak, tidak pula menangis. Ia tidak meminta makanan, tidak pula minta bertemu dengan anaknya. Tetapi, ia ingin berhenti di hadapan Rabnya, melaksanakan salat, rukuk dan sujud. Maka, Hubaib adalah orang pertama yang mencontohkan salat sebelum dibunuh. Lalu, apa yang dikatakan Hubaib kepada mereka, "Demi Allah sekiranya saja saya tidak khawatir kalian akan mengatakan saya takut mati, niscaya saya akan memanjangkan salat, saya ingin salat lama sekali, saya akan bernikmat-nikmat dalam bermunjat kepada Rabku." Setelah itu ia berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya kami telah menyampaikan risalah nabi-Mu, maka sampaikanlah kepadanya apa yang diperbuat kepada kami, besok." Ia Kemudian mendoakan orang musyrik, "Ya Allah hitunglah mereka dalam keadaan angka dan bunuhlah mereka dalam keadaan duel (pertarungan) dan janganlah seorang pun tertipu dari mereka." Setelah itu, ia diangkat ke atas kayu dan dibunuh. Ia pergi menemui Rabnya dalam keadaan syahid.

Adapun Zaid bin Datsinnah, ia dikeluarkan untuk dibunuh di depan khalayak. Abu Sufyan bin Harb--orang yang sangat dengki kepada Rasulullah saw.--kemudian bertanya kepadanya, "Wahai Zayid, apakah engkau senang berada di antara keluarga dan anakmu, sementara Muhammad membunuh tempatmu." Maka, dengan hati yang kokoh dan jiwa yang mantap, ia menjawab, "Demi Allah, saya tidak senang berada di antara keluarga dan anakku, sementara Rasulullah saw. terkena duri."
Abu Sufyan berkata, "Saya tidak melihat seseorang yang mencintai orang lain, seperti cintanya sahabat Muhammad kepada Muhammad. Setelah itu, mereka membunuh Zayid. Mereka mengahadapakan anak kecil budak dari Sofyan bin Umayyah yang bernama Nistas yang kemudian menombaknya.

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Kisah di atas memberikan kepada sejumlah pelajaran. Pertama, Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita bahwa dakwah itu perlu tebusan, dan tebusannya adalah kaum lelaki, para ulama, para penghafal Alquran dan para ahli fikih yang saleh. Mereka mendahulukun ketaaan kepada Allah dan Rasul-Nya dan memandang murah darahnya untuk digunakan di jalan Allah.

Kedua, kisah ini mengajarkan bahwa orang musyrik tidak bisa dipercaya. Padahal, janji di kalangan Arab sangat dijunjung tinggi. Mereka tidak pernah melanggarnya. Tetapi, ketika mereka berhadapan dengan kaum muslimin, sifat asli ini hilang. Begitulah yang terjadi pada hari ini, orang-orang musyrik menyerukan bahwa dirinya adalah penjunjung hak asasi manusia dan kebebasan. Tetapi, tatkala mereka berhadapan dengan kaum muslimin, tidak ada lagi hak asasi manusia dan kebebasan. Semuanya berada di bawah sandal dan di belakang telinga.

Bersambung ...!

Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia  

0 komentar:

Posting Komentar