daftar pengunjung

Rabu, 11 April 2012

Darah di Jalan Dakwah (2)


Darah di Jalan Dakwah (2)

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Pada pertemuan yang lalu kita telah mengkaji bersama sirah nabi yang sangat bermanfaat. Yaitu, enam orang sahabat telah ditipu dan dibunuh. Kita juga telah mengambil dua pelajaran dari kisah itu. Kali ini kita akan melanjutkan pelajaran ke tiga.
Dalam peristiwa ini, kita bisa melihat kemuliaan para wali. Wali Allah yang tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) bersedih hati. Mereka adalah hamba-hamba yang saleh, para wali yang mendekatkan diri kepada Allah dengan yang sunah setelah yang wajib. Mereka ini adalah orang yang hatinya diteguhkan Allah.

Ashim bin Tsabit bin Abi al-Aqlah adalah pemimpin kaum. Pada Perang Badar, Ashim berhasil membunuh dua orang musyrik. Ibu keduanya, yaitu Sulafah binti Sa'ad, kemudian bernazar, bila ia mendapatkan kepala Ashim bin Tsabit, ia akan meminum khamr dalam otaknya. Dan, kaum musyrikin telah membunuh Ashim, mereka ingin mengambil jasadnya untuk dijual kepada perempuan kafir itu. Lantas, apa yang dilakukan oleh Allah terhadap wali-Nya ini? Apa yang dilakukan Allah terhadap hamba-Nya yang saleh ini? Allah SWT mengutus serombongan lebah yang kemudian mengerumuni mayatnya, sehingga orang musyrik tidak bisa mendekat dan menyentuh jasadnya.

Sebagian mereka kemudian berkata, "Tunggulah sampai malam, baru nanti kita ambil jasadnya." Lalu, apa yang dilakukan oleh Allah kepada mereka pada malam hari yang ditunggu-tunggu? Allah mengirimkan banjir yang kemudian membawa jasadnya ke tempat yang tidak diketahui, kecuali Allah. Orang musyrik tidak bisa mendapatkannya. Mengapa? Karena, ia benar kepada Allah dan Allah juga membenarkannya. Ia adalah laki-laki yang akidah wala dan baranya telah menancap tajam di dalam hatinya. Ia berjanji kepada Allah agar tidak menyentuh musyrik dan disentuh kaum musyrik. Ia tidak bingung dan ragu. Ia bangga dengan keislamannya. Ia mengadakan janji kepada Allah agar tidak menyentuh dan disentuh orang musyrik. Mengapa? Karena ia mengerti dari syariah Islam bahwa orang musyrik adalah najis. Orang musyrik itu hatinya najis, akidahnya najis, batinnya najis. Adapun zahirnya, mereka tidak pernah lepas dari hal-hal yang najis. Mereka makan darah, minum khamr, kadang tidak mencuci air kencingnya. Maka, orang musyrik adalah orang yang najis secara zahir dan batin. Tatkal iman Ashim bin Tsabit teguh, keyakinannya kuat, Allah SWT kemudian menjaganya.

Khubaib bin Adi ra. memiliki kisah yang lain. Ketika ia dipenjara dalam keadaan terikat dan tahu bahwa waktu pembunuhan telah dekat, dan waktu perjumpaan dengan Rabnya telah dekat, ia meminta kepada budak perempuan dari Bani Harits alat pencukur untuk memotong rambut yang ada di bawah perutnya. Hal ini dilakukan guna mempersiapkan diri bertemu dengan Rabnya. Tidak lama kemudian budak itu datang dengan membawa alat pencukur dan menyerahkannya kepada Khubaib. Tatkala Khubaib tengah memegang alat pencukur ini, mendadak masuklah seorang anak kecil kepadanya. Khubaib kemudian mendudukkannya, mengajaknya bermain, dan bersikap kasih sayang kepadanya. Hal ini dilakukan Khubaib karena belajar dari Rasulullah saw. agar menghormati yang besar, menyayangi yang kecil, dan meletakan setiap manusia dengan kedudukannya.

Ketika budak perempuan ini melihat anak kecil itu berada di ruangan Khubaib, sementara alat pecukur ada di tangan kanannya, ia terperanjat dan berkata kepada dirinya sendiri, "Orang itu akan menuntut balas, ia pasti akan membunuh anak itu." Khubaib ra. adalah wali Allah. Ia berfirasat terhadap apa yang dikatakan wanita itu. Khubaib kemudian berkata kepadanya, "Apakah engkau takut aku akan membunuhnya? Demi Allah, saya tidak akan melakukannya. Kami tidak pernah belajar dari Rasulullah saw. untuk membunuh dan menyerang anak kecil. Saya tidak akan melakukannya," ujarnya.

Setelah budak ini masuk Islam, ia berkata, "Saya tidak pernah melihat sama sekali tawanan yang lebih baik dari Khubaib. Demi Allah, aku telah melihat di depannya sepetik kurma, padahal di Mekah saat itu tidak ada, kecuali satu kurma saja. Itu adalah rezeki yang diberikan Allah kepadanya.

Hal ini dikembalikan kepada kemuliaan Maryam binti Imran yang Allah berfirman tentangnya yang artinya, "Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di Miharab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria berkata, 'Hai Maryam, dari mana engkau memperoleh (makanan) ini?' Maryam menjawab, 'Makanan itu dari sisi Allah.' Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab'." (Ali Imran: 37).

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Sebelum berita tentang ke enam orang itu sampai kepada Rasulullah saw. dan sebelum ia mengetahui bahwa mereka semua telah meninggal, datanglah seseorang dari penduduk Najd di bawah pimpinan Amir bin Malik yang terkenal dengan permainan tombaknya. Ia datang kepada Rasulullah saw. meminta kepadanya sejumlah penghafal Alquran dan ulama untuk mengajarkan Alquran dan Islam kepada manusia. Terhadap permintaan ini, Rasulullah saw. menjawab,
"Sesungguhnya saya mengkhawatirkan mereka dari penduduk Najad."
Lelaki itu mengatakan, "Saya akan melindungi mereka, ya Rasulallah?" Rasulullah saw. kemudian memberikan 70 orang, di antaranya adalaah Haram bin Milhan, Amir bin Fuhairah (budak Abu Baker), Harits bin Ash-shimmah, Nafi' bin Budail bin Waraqa dan lainnya. Mereka adalah 70 orang penghafal Alquran yang pada siang hari mencari kayu bakar dan pada malam hari mempelajari Alquran dan melakukan salat malam. Mereka juga memberi makan kepada ahlus sufah (para sahabat yang tinggal di masjid Nabi). Bila seseorang berseru, mari berjihad, mereka adalah orang yang pertama kali memenuhi seruan itu. Lalu, apa yang terjadi atas mereka?

Setelah Rasulullah menentukan tujuh puluh orang itu, maka pergilah mereka berasama laki-laki yang terkenal dengan permainan tombaknya. Tatkala sampai di sebuah tempat bernama Bikrul Maunah, mereka mengutus Haram bin Milhan r.a untuk menyampaikan kitab dari Rasulullah saw. kepada seorang kafir, fajir, fasik, dan tidak takut kepada Allah. Dia adalah Amir bin Tufail. Haram bin Milhan datang menyerukan kepadanya agar ia masuk Islam dan beriman. Tetapi, apa yang dilakukan Amir bin Tufail? Ia sama sekali tidak melihat kitab yang dibawa Haram, tetapi ia memberi isyarat kepada seorang laki-laki agar menombaknya dari belakang. Haram pun meninggal dan berucap, "Saya menang, demi Rab Kakbah." Ia dibunuh dan mengalirlah darahnya, kemudian ia berseru, "Saya menang, demi Rab Kakbah." Apa kemenagannya? Ucapan itu ternyata membuat si penombak masuk Islam.

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Amir bin Thufail tengah berada dalam puncak kedurhakaan dan kesesatannya. Ia menyatakan kepada bani Lihyan bahwa dirinya ingin membunuh ke tujuh puluh orang itu. Tetapi, mereka menolak. Kemudian, sekelompok dari bani Sulaim meminta kepada kabilah Dzikwan, Ri'il dan Ushiyah untuk membunuh ke tujuh puluh sahabat ini. Mereka kemudian mengelilingi para sahabat itu dan membunuh mereka.

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Pada bulan Safar tahun ke empat Hijriah, Rasulullah saw. kehilangan enam orang di Mairraji' dan tujuh puluh orang di Bikrun Maunah. Mereka semua adalah penghafal Alquran, ulama, dan mujahid yang baik, terpilih, dan bersih. Mereka berjihad kepada Allah dengan jihad yang sesungguhnya. Berita tentang mereka sampai kepada Rasulullah saw., maka beliau pun sangat berduka dan bersedih hati. Sampai kemudian Rasulullah saw. mendoakan kejelekan selama sebulan penuh kepada tiga kabilah yang durhaka itu, yaitu Ri'il, Dzakwan, dan Ushaiyah. Beliau mendoakan mereka karena telah melangggar janji dan tidak menepatinya. Rasulullah mendoakan mereka karena menampakkan permusuhan kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka membunuh para wali Allah, menghalangi jalan-Nya, melarang dari yang makruf, dan memerintah kepada yang mungkar.

Dakwah, wahai kaum muslimin, memiliki penghalang dan duri, musibah dan darah. Tetapi, Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita untuk menganggap murah semuanya itu.

Satu hal lagi yang kita petik dari peristiwa ini adalah orang musyrik tidak bisa dipercaya janjinya. Mereka adalah orang yang tidak takut kepada Allah, tidak mengagungkan perintah-Nya.

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Setelah berlalu lima tahun, Amir bin Tufail yang menolak kitab dari Rasulullah dan membunuh pembawanya datang menemui Rasulullah saw. Setelah masuk ia berkata, "Ya Muhammad, biarkan saya sendirian denganmu."
Rasulullah saw. menjawab, "Saya tidak akan melakukannya sampai kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya."
Orang itu berkata lagi, "Ya Muhammad, biarkan saya."
Rasulullah bersabda, "Demi Allah, saya tidak akan melakukannya."
Orang itu kemudian berkata, "Ya Muhammad, saya akan menunjukkan kepadamu tiga hal: pertama, saya berbaiat kepadamu agar engkau menjadi ahli hadar (orang yang menetap) dan saya ahli wabar (penduduk badui). Saya berbaiat kepadamu agar engkau menjadi pemimpin ahlu hudr dan saya pemimpin ahli wabar. Demikianlah, Islam dan serakah. Ia masuk Islam tidak mengharapkan rida Allah. Ia masuk Islam tidak dalam rangka akhirat.

Rasulullah saw. kemudian bersabda, "Saya tidak akan melakukannya, datangkanlah yang kedua."
Ia berkata, "Saya berbaiat kepadamu agar saya menjadi pemimin setelahmu."
Rasulullah menjawab, "Saya tidak akan melakukannya."
Mengapa demikian? Karena hukum Alquran. Allah SWT berfirman, "Dan, sungguh telah kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfudz, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh." (Al-Anbiyaa': 105).

Rasulullah saw. bersabda, "Datangkanlah yang ketiga."
Orang itu berkata, "Saya akan memenuhi kamu dengan kuda yang banyak dan lelaki pembunuh yang keras."

Lantas, apakah yang dilakukan Rasululah saw. terhadap orang ini? Apakah beliau memerintahkan agar ia ditangkap dan dibunuh? Tidak, tetapi beliau berdoa, "Ya Allah, cukupkanlah saya dari Amir bin Tufail." Lelaki busuk ini kemudian keluar dari Rasulullah saw. dan berjalan menuju kaumnya. Di tengah perjalanan, Allah menimpakan musibah kepadanya dengan leher yang membengkak, lehernya muncul gondok. Kemudian setelah penyakit itu semakin parah, ia pergi ke seorang wanita dari bani Salul. Dan ketika penyakitnya masih parah, ia berkata, "Gondok seperti gondok keledai, dan mayat di rumah seorang bani Salul." Ia kemudian keluar sambil menunggang kuda dan melaknat Allah. Ia terus berputar di atas kudanya sampai akhirnya ia mati, dan mayatnya menjadi santapan burung dan binatang buas. Dalam surat An-Nabaa', Allah

SWT berfirman, "Sebagai pembalasan yang setimpal. Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab, dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya. Dan segala sesuatu telah Kami catat di dalam suatu kitab. Karena itu rasakanlah. Dan, Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain daripada azab." (An-Naba': 26--30). Wallahu a'alam.

Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar