Akhlaq DanTarbiyah
Itsar
Meluluhkan Individualisme
Lembaran kita kali ini akan mengangkat
sebuah tema yang mengingatkan kita kepada salah satu sisi kehidupan para
shahabat dan pengikut mereka as salafus shalih. Hadits-hadits yang akan kami
kemukakan kepada para pembaca merupakan sebuah sikap dan perangai yang secara
langsung telah diterjemahkan oleh para shahabat Nabi Shalallaahu alaihi wasalam
di dalam kehidupan mereka. Sikap dan perilaku tersebut tak lain adalah
"itsar" yakni mendahulukan kepentingan dan kebutuhan orang lain
sekalipun dia sendiri sangat membutuhkannya, dan ini merupakan tingkatan
tertinggi dari sifat derma. Sebab memberikan sesuatu yang sangat dibutuhkan
merupakan hal yang amat berat.
Allah Subhannahu wa Ta'ala
telah memuji para shahabat ra karena sikap itsar yang melekat pada diri mereka,
sebagaimana firmannya: “Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas
diri mereka sendiri.Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).
Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang
yang beruntung.” (QS. 59:9)
Itsar adalah salah satu
akhlaq mulia dan luhur, ia merupakan salah satu sifat Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam sehingga Allah menyebut beliau sebagai 'ala khuluqin 'adzim,
senantiasa berada di atas akhlaq yang luhur. Maka tidak mengherankan jika para
shahabat yang merupakan hasil didikan dan gemblengan beliau menjadi
manusia-manusia pilihan. Sehingga sejarah kemanusiaan rasanya sulit sekali
dapat melahirkan manusia-manusia semisal mereka.
Hal itu sangatlah berbeda jauh dengan realita kehidupan di masa kini, dimana egoisme, individualisme, mau menang sendiri dan tidak memikirkan orang lain benar-benar telah melanda sebagian besar umat manusia, tak terkecuali umat Islam pun banyak yang terkena virus ini. Asalkan dirinya telah kaya raya, dapat menumpuk harta, hidup serba enak dan kecukupan, maka sudah cukup, itulah kira-kira prinsip mereka. Orang lain susah, tetangga kelaparan, miskin dan menderita itu urusan mereka sendiri, tidak ada urusan dengan dirinya. Jangankan sampai ke tingkat itsar, sekedar sedikit membantu atau meringankan beban saja terkadang enggan, alasannya karena harta yang didapat adalah hasil kerja dan usahanya sendiri, sehingga sayang kalau diberikan dengan percuma dan cuma-suma kepada orang lain. "Enak saja, saya yang bekerja mengapa orang lain ikut-ikutan menik-matinya," demikian kira-kira ungkapan yang mungkin keluar dari mereka. Sungguh memprihatinkan memang.
Maka
membuka kembali lembar kehidupan para shahabat yang menggambarkan sikap
pengorbanan, mendahulukan orang lain dan mengalah adalah sangat perlu bagi
kita, apalagi ketika krisis dan kemiskinan tengah melanda bangsa kita seperti
saat ini. Dari mereka dan juga para ulama, kita akan mendapatkan pelajaran dan
teladan yang berharga, sebagaimana tersebut di dalam riwayat-riwayat berikut
ini.
Seorang Shahabat dengan Tamunya
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu bahwa suatu ketika ada seorang tamu datang
kepada Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, seluruh istri beliau tidak memiliki
apa-apa, kecuali hanya air. Maka Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
"Barang siapa di antara kalian yang mau menjamu tamu ini, maka Allah akan
merahmatinya." Seorang laki-laki kaum Anshar berdiri dan berkata,
"Saya akan menjamunya wahai Rasulullah." Maka diajaknya tamu tersebut
ke rumahnya. Sesampai di rumah dia berkata kepada istrinya, "Apakah engkau
masih memiliki sesuatu? Sang istri menyahut, "Tidak, selain sedikit jatah
buat anak kita." Maka diapun berkata kepada istrinya, "Bujuk dan iming-imingi
anak-anak dengan sesuatu, kemudian apabila tamu kita masuk rumah matikanlah
lampu dan buatlah kesan, bahwa kita juga sedang makan. Apabila nanti tamu sudah
siap makan, maka kamu segera mematikan lampu tersebut. Berkata perawi,
"Mereka sekeluarga hanya duduk-duduk saja (tidak makan), sedangkan tamunya
makan. Lalu pada pagi harinya orang tersebut datang kepada Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam, Nabi bersabda, "Allah heran dengan tingkah
kalian berdua terhadap tamu kalian tadi malam," maka Allah menurunkan ayat
(QS. Al Hasyr ayat 9). (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Kisah Sa'ad bin ar-Rabi' dengan Abdur Rahman bin Auf
Abdur
Rahman bin Auf mengisahkan, "Ketika kami sampai di Madinah, Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam mempersaudarakan aku dengan Sa'ad bin ar Rabi', maka
Sa'ad bin ar Rabi' mengatakan, "Sesungguhnya aku adalah orang Anshar yang
paling kaya, maka aku akan bagikan untukmu separuh hartaku, dan silakan kau
pilih mana di antara dua istriku yang kau inginkan, maka akan aku lepaskan dia
untuk engkau nikahi. Perawi mengatakan, "Abdur Rahman berkata, "Tidak
usah, aku tidak membutuhkan yang demikian itu." (HR al Bukhari dan Muslim,
lafal hadits milik al Bukhari)
Umar Ibnul Khaththab dengan saudaranya Zaid Ibnul
Khaththab
Diriwayatkan
dari Abdullah Ibnu Umarzdia berkata, "Umar bin Khaththab berkata kepada
saudaranya Zaid Ibnul Khaththab pada waktu perang Uhud," Aku bersumpah
agar kamu mau memakai baju besiku ini, maka Zaid pun memakai baju besi itu
namun ia melepaskannya lagi. Maka Umar berkata kepadanya, "Ada apa
denganmu (mengapa kau lepas)?“ Maka zaid menjawab, "Aku menghendaki
terhadap diriku sebagaimana yang engkau kehendaki terhadap dirimu." (HR
Ibnu Sa'd dan ath Thabrani dalam al Ausath)
Tiga Shahabat Menjelang Naza'
Dari
Abdullah bin Mush'ab Az Zubaidi dan Hubaib bin Abi Tsabit, keduanya
menceritakan, "Telah syahid pada perang Yarmuk al-Harits bin Hisyam,
Ikrimah bin Abu Jahal dan Suhail bin Amr. Mereka ketika itu akan diberi minum,
sedangkan mereka dalam keadaan kritis, namun kesemuanya saling menolak. Ketika
salah satu dari mereka akan diberi minum dia berkata, "Berikan dahulu
kepada si fulan, demikian seterusnya sehingga semuanya meninggal dan mereka
belum sempat meminum air itu. Dalam versi lain perawi menceritakan, "Ikrimah
meminta air minum, kemudian ia melihat Suhail sedang memandangnya, maka Ikrimah
berkata, "Berikan air itu kepadanya." Dan ketika itu Suhail juga
melihat al-Harits sedang melihatnya, maka iapun berkata, "Berikan air itu
kepadanya (al Harits). Namun belum sampai air itu kepada al Harits, ternyata
ketiganya telah mening-gal tanpa sempat merasakan air tersebut (sedikitpun).
(HR Ibnu Sa'ad dalam ath Thabaqat dan Ibnu Abdil Barr dalam at Tamhid, namun
Ibnu Sa'ad menyebutkan Iyas bin Abi Rabi'ah sebagai ganti Suhail bin Amr)
Abu
Thalhah dengan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam
Diriwayatkan dari Anas bin
Malik bahwa Abu Thalhah pada perang Uhud menjadi pasukan panah dengan posisi di
depan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, dia memang seorang yang ahli memanah.
Apabila Abu Thalhah memanah maka Rasulullah memperhatikan kemana sasaran anak
panahnya mengena. Maka Abu Thalhah mengangkat dadanya (untuk melindungi Nabi)
seraya berkata, "Begini wahai Rasulullah, supaya engkau tidak terkena
sasaraan panah musuh, biarlah yang terkena adalah leherku bukan
lehermu."(HR Ahmad dan selainnya, sanadnya shahih)
Hadiah
Kembali Kepada si Pemberi
Dari Ibnu Umar Radhiallaahu
anhu berkata, "Salah seorang dari shahabat Nabi Shalallaahu alaihi wasalam
diberi hadiah kepala kambing, dia lalu berkata, "Sesungguhnya fulan dan
keluarganya lebih membutuhkan ini daripada kita." Ibnu Umar mengatakan,
"Maka ia kirimkan hadiah tersebut kepada yang lain, dan secara terus
menerus hadiah itu di kirimkan dari satu orang kepada yang lain hingga berputar
sampai tujuh rumah, dan akhirnya kembali kepada orang yang pertama kali
memberikan." (Riwayat al Baihaqi dalam asy Syu'ab 3/259)
Ibnu
Umar dan Pengemis
Nafi' maula (klien) Ibnu
Umar meriwayatkan, "Ibnu Umar suatu ketika sakit, dia sangat menginginkan
anggur pada awal musimnya. Maka dia mengutus Shafiyah (istrinya) dengan membawa
satu dirham untuk membeli anggur segar. Ketika pelayan (utusan) mengantarkan
anggur, dia diikuti oleh seorang pengemis. Setelah sampai di pintu rumah, maka
utusan masuk. Dari luar berkata pengemis, "Ada pengemis." Maka Ibnu
Umar berkata, "Berikan anggur itu kepadanya." Maka utusan itu
memberikan anggur tersebut kepada si pengemis.(HR al Baihaqi dalam asy Syu'ab
3/260).
Dan demikian itu terulang hingga dua kali, sehingga Shafiyah meminta agar pengemis itu tidak kembali lagi untuk ketiga kalinya.
Dan demikian itu terulang hingga dua kali, sehingga Shafiyah meminta agar pengemis itu tidak kembali lagi untuk ketiga kalinya.
Ummul
Mukminin Aisyah Radhiallaahu anha dan Orang Miskin
Anas bin Malik meriwayatkan
dari Aisyah Radhiallaahu anha, bahwa ada seorang miskin meminta-minta kepadanya
padahal dia sedang berpuasa, sementara di rumahnya tidak ada makanan selain
sekerat roti kering, berkata Aisyah kepada pembantunya, "Berikan roti itu
kepadanya," si pembantu menyahut, "Anda nanti tidak memiliki apa-apa
untuk berbuka puasa. Maka beliau berkata lagi, "Berikan roti itu
kepadanya." Perawi mengatakan, "Maka pembantu itu melakukannya, dan
dia berkata, "Belum menjelang sore ada salah satu dari keluarga Nabi, atau
seseorang yang pernah memberi hadiah mengantarkan daging kambing (masak) yang
telah ia bungkus. Maka beliau memanggilku dan berkata, "Makanlah engkau,
ini lebih baik daripada rotimu tadi." (HR Malik dalam al Muwaththa' 2/997)
Bersama
Para Salaf.
*Al-Haitsam bin Jamil
meriwayatkan bahwa Fudhail bin Marzuq datang kepada al Hasan bin Huyaiy karena
ada kebutuhan yang sangat mendesak, sedangkan dia tidak punya apa-apa. Maka al
Hasan memberikan enam dirham dan dia memberitahukan, bahwa ia tidak memiliki
selain itu. Maka Fudhail berkata, "Subhanallah, Saya mengambil semuanya
sedangkan engkau tidak punya yang lain?” Namun al Hasan enggan mengambil semua
nya, dan Fudhail juga enggan. Akhirnya dinar itu dibagi dua, dia ambil tiga
dinar dan dia tinggalkan tiga dinar.(Tahdzib al Kamal 23/308)
*Diriwayatkan dari Yahya bin
Hilal al Warraq dia berkata,"Saya datang kepada Muhammad bin Abdullah bin
Numair untuk mengadukan sesuatu kepadanya, maka dia mengeluarkan empat atau
lima dirham seraya berkata, "Ini separuh harta yang ku miliki. Dan dalam
kesempatan lain aku mendatangi Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal, dia mengeluarkan
empat dirham dan berkata, "Ini keseluruhan yang aku miliki." (riwayat
Ibnul Jauzi dalam Manaqib Imam Ahmad hal 320)
*Dari Aun bin Abdullah dia
berkata, "Seseorang yang sedang berpuasa berteduh, ketika menjelang
berbuka seorang pengemis datang kepadanya, ketika itu dia memiliki dua potong kue.
Maka salah satunya diberikan kepada si pengemis, namun sejenak ia berkata,
"Sepotong tidaklah membuatnya kenyang, dan sepotong lagi tidak membuatku
kenyang, maka kenyang salah satu lebih baik daripada kedua-duanya lapar."
Akhirnya ia berikan yang sepotong lagi kepada si pengemis. Kemudian ketika
tidur dia bermimpi didatangi seseorang dan berkata, "Min-talah apa saja
yang kau kehendaki." Dia menjawab, "Aku minta ampunan. Orang tersebut
berkata, "Allah telah melakukan itu untukmu, mintalah yang lain lagi!"
Dia berkata, "Aku memohon agar orang-orang mendapatkan pertolongan."
(riwayat ad Dainuri dalam al Mujalasah 3/47)
Wallahu a’lam bish shawab
Wallahu a’lam bish shawab
Sumber : Kutaib
“Mawaaqif min Itsar as-Shahabah was salafus shaleh” al-Qism al-Ilmi Darul
Wathan, bittasharruf wazziyadah (Ibnu Djawari) (18 Sya'ban 1424 H)
0 komentar:
Posting Komentar