daftar pengunjung

Minggu, 15 April 2012

Mengawasi Tindakan-Tindakan Bidah dan Para Pengikutnya adalah Kewajiban Agama dan Bukan Perbuatan Zalim


Mengawasi Tindakan-Tindakan Bidah dan Para Pengikutnya adalah Kewajiban Agama dan Bukan Perbuatan Zalim

Orang-orang yang suka membuat berbagai macam tindakan bidah menuduh apa yang dilakukan oleh para salafus saleh, yaitu agar umat berhati-hati dan waspada terhadap mereka dan tindakan-tindakan bidahnya demi menjaga kemurnian agama umat, sebagai suatu tindakan aniaya, permusuhan, merampas kebebasan, teror, dan provokasi.
Di antara tuduhan-tuduhan negatif itu, yang paling kejam adalah tuduhan bahwa kaum salafus saleh Ahli Sunnah wal-Jamaah telah berbuat zalim kepada golongan-golongan lain. Dengan mengingkari tindakan-tindakan bidah dan perkara-perkara yang diada-adakan berarti mereka telah memecah-belah kaum muslimin.

Tuduhan tersebut menunjukkan kebodohan mereka atau mereka pura-pura bodoh. Berdasarkan ketetapan nas yang pasti, seperti halnya umat-umat terdahulu, umat sekarang ini pun akan terbagi menjadi beberapa golongan, dan hanya satu di antara tujuh puluh tiga golongan yang tetap konsisten berada dalam kebenaran, sebagaimana firman Allah Taala, "Tetapi, mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu." (Huud: 118--119).

Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya kalian benar-benar akan mengikuti sunah-sunah orang sebelum kalian." (HR Bukhari dan Muslim).

Rasulullah saw. menyuruh agar waspada terhadap tindakan-tindakan bidah, perkara-perkara yang diada-adakan, dan hal-hal yang hanya mengikuti keinginan nafsu serta dapat menimbulkan perpecahan. Beliau memperingatkan supaya hati-hati terhadap para penyeru banyak jalan yang menyesatkan. Allah memerintahkan agar tetap berpegang teguh pada tali-Nya, dan melarang berpecah belah. Dia berfirman, "Dan, berpeganglah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan jangan kamu bercerai berai." (Ali Imran: 103).

Nabi saw. memerintahkan untuk setia pada jamaah dan sunah. Sebaliknya, beliau melarang perpecahan dan bidah. Kaum salafus saleh, yaitu para sahabat, tabiin, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, menuruti perintah Allah dan Rasul-Nya. Mereka mempercayai kabar beliau dan memegang teguh pesan beliau. Mereka merasa berkewajiban memberi nasihat kepada kita untuk turut menyebarluaskan dakwah, melarang perbuatan bidah, dan waspada terhadapnya, dan menjaga umat dari hal-hal yang menyesatkan. Mereka juga memenuhi perintah Nabi saw. seperti yang terungkap dalam sabdanya, "Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, dengan lisannya. Dan, jika dia masih tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan, itu adalah selemah-lemahnya iman." (HR Muslim).

Perbuatan bidah adalah kemungkaran yang paling besar sesudah syirik. Dan, dalam memerangi bidah, salafus saleh telah berjuang semaksimal mungkin. Contohnya, ketika muncul kemurtadan setelah meninggalnya Rasulullah saw., Allah menampilkan Abu Bakar r.a. untuk memeranginya. Dengan gigih dan tegas ia melawan gelombang pemurtadan tersebut, sehingga berkat jasanya dan dukungan sahabat lain yang sepakat membelanya, Allah berkenan memuliakan agama Islam.

Ketika muncul benih-benih bidah pada zaman khalifah Umar bin Khattab r.a. seperti maraknya pembicaraan tentang masalah takdir, dalih yang membela kemaksiatan dan ayat-ayat yang mutasyabih, Umar berusaha meluruskan penyimpangan-penyimpangan tersebut dengan menggunakan tongkatnya yang sangat terkenal. Umar pernah memberikan pelajaran kepada Shabigh karena keberaniannya mempercakapkan ayat-ayat mutasyabihat. Umar pernah memberikan pelajaran kepada seluruh umat Islam ketika muncul keresahan akibat ulah seorang Nasrani aliran Qadariyah yang menyatakan bahwa Allah tidak menyesatkan siapa pun yang dikehendaki. Umar juga pernah memberikan pelajaran kepada seluruh umat dengan menebang pohong di daerah Hudaibiyah yang dianggap keramat oleh banyak orang, karena hal itu bisa minimbulkan perbuatan bidah. Dan, Umar juga pernah melarang orang-orang yang menggunakan tempat-tempat tertentu untuk melakukan ibadah di tempat tersebut yang tidak diberlakukan oleh syariat. Bahkan, Umar pernah membentak Ka'ab al-Ahbar dengan mengatakan, "Kamu menyamai orang-orang Yahudi." Hal itu sewaktu Ka'ab mengusulkan kepadanya untuk salat menghadap ke batu besar di Bait al-Maqdis.

Ali bin Abi Thalib r.a. memberikan pelajaran kepada orang-orang Syiah yang ekstrem. Ia membakar mereka karena mereka dianggap terlalu mengagung-agungkan dan mengultuskan dirinya. Bahkan, ia pernah menghukum cambuk orang-orang Syiah yang berdusta karena menganggap dirinya lebih utama daripada Abu Bakar dan Umar.
Ketika muncul orang-orang Khawarij, Allah menampilkan sejumlah sahabat yang dipimpin oleh Ali r.a. dan Ibnu Abbas r.a. untuk menghadapi kaum sesat tersebut. Mereka mengemukakan dan menjelaskan argumen-argumen yang mematikan, sehingga akhirnya sebagian orang Khawarij yang memang menginginkan kebenaran sadar dan mau kembali ke jalan yang benar. Sementara, sebagian mereka yang sudah menjadi budak nafsu tetap keras kepala melakukan perbuatan-perbuatan bidah, sehingga untuk mencari pahala dan untuk mematuhi perintah Rasulullah saw., para sahabat memerangi mereka, menghentikan tindakan-tindakan bidah mereka, menyuruh umat agar waspada terhadap mereka, dan melarang bergaul dengan mereka.

Ketika muncul aliran Qadariyah pada paruh kedua abad pertama, sahabat-sahabat muda seperti Abdullah bin Umar, Ibnu Abbas, Jabir bin Abdullah, dan Watsilah bin al-Asfa' r.a., mereka tampil menghadapinya. Di antara mereka yang paling gigih memerangi aliran sesat itu adalah Abdullah bin Umar. Ia tidak hanya memperingatkan dan menakut-nakuti, tetapi secara blak-blakan membuka aib aliran sesat tersebut. Ia menyuruh kaum muslimin agar berhati-hati terhadap pimpinan aliran tersebut, yaitu Ma'bad al-Juhani dan kawan-kawannya. Ia melarang bergaul dan berhubungan dengan mereka. Demikian pula dengan Ibnu Abbas. Ketika mendengar Ghailan ad-Damsyiqi menyatakan terang-terangan ucapan bidah dalam masalah takdir, sejumlah tabiin tampil menghadapinya. Mereka dipelopori oleh Mujahid, Khalifah Umar bin Abdul Aziz, dan Raihan as-Syam al-Auza'i. Karena Ghailan tetap keras kepala melakukan perbuatan bidah, ia terpaksa dibunuh oleh Hisyam bin Abdul Malik, walaupun para pengikut hawa nafsu menganggap bahwa pembunuhan itu berlatar belakang kepentingan poliltis. Itu adalah masalah niat dalam hati yang hanya diketahui oleh Allah, Tuhan yang Maha Mengetahui hal-hal yang gaib. Tetapi, anggapan mereka itu jelas mencurigai niat baik sekaligus merupakan upaya mengganti hal-hal yang sudah jelas dan dikenal yang berasal dari orang-orang yang bisa dipercaya, dengan dugaan, anggapan, dan hal-hal yang tidak jelas.

Kemudian, ketika kaum Muktazilah yang dipelopori oleh Washil bin Atha dan Amr bin Ubaid melakukan aksinya, maka sejumlah tokoh Ahli Sunnah wal-Jamaah tampil menghadapi mereka, seperti Hasan al-Bashri, Ayyub as-Sakhtayani, Ibnu Aun, Tsabit al-Banani, Ibnu Sirin, Hammad bin Uazid, Malik bin Anas, Abu Hanifah, dan Ibnu al-Mubarak. Ketika kelompok kaum bidah semakin merajalela, sejumlah tokoh pelopor sunah pun tampil menghadapi mereka.

Ketika muncul aliran Rafidhah, untuk menghadapi mereka Allah menampilkan orang-orang seperti As-Sya'bi, As-Syafii, Abdullah bin Idris al-Audi, dan tokoh-tokoh lainnya.

Ketika muncul pentolan aliran Jahmiyah, yaitu Jahm bin Shafwan, sejumlah pemimpin salaf siap menghadapinya, seperti Az-Zuhri, Malik, Abu Hanifah, Abdullah bin Mubarak, dan lain-lain.

Ketika muncul Bisri al-Masiri, tokoh aliran Jahmiyah pada zamannya, ia dihadapi oleh orang-orang seperti Utsman bin Sa'id ad-Darimi, As-Syafii, dan Al-Kanani.

Lalu, ketika muncul perkumpulan orang-orang yang menjadi budak nafsu yang terdiri dari pengikut aliran Jahmiyah, Muktazilah, dan yang lainnya, di bawah pimpinan Ibnu Abu Duat pada zaman Khalifah Al-Makmun dan sesudahnya, tampil menghadapinya tokoh sunah dan pembasmi bidah, Ahmad bin Hambal. Ia menghancurkan mereka sehingga tidak ada yang sanggup bangkit kembali kecuali orang-orang yang bernasib mujur.

Ketika pada abad ketiga, para pengikut aliran Jahmiyah dan Muktazilah yang pernah kocar-kacir sepakat menghimpun kekuatan kembali. Untuk menghadapi mereka, Allah menampilkan Abul Hasan al-Asy'ary yang sangat berpengalaman seluk-beluk mereka, karena ia memang mantan pengikut aliran Muktazilah yang kemudian diberi petunjuk oleh Allah dan bergabung dengan Ahli Sunnah wal-Jamaah. Konon ia berhasil menjebak mereka untuk dihancurkan, sehingga mereka lari kocar-kacir.

Ketika sisa-sisa pengikut aliran Jahmiyah dan Muktazilah mencoba bangkit lagi, dan orang-orang ahli kalam mulai berani berbicara tentang sifat Allah dan iman kepada takdir, mereka dihadapi oleh tokoh-tokoh salaf pada abad keempat dan kelima Hijriah, seperti Al-Barbahari, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Bathah, Al-Harawi, Al-Lalikai, Ibnu Mundat, Al-Malati, As-Shabuni, Al-Ajiri, Ibnu Wadhdhah, Al-Baghawi, Ibnu Abdil Barr, dan lain-lain.

Pada abad keenam, ketujuh, dan kedelapan Hijriah, bencana terjadi di mana-mana akibat berbagai macam tindakan bidah yang hanya menuruti hawa nafsu dan bertujuan menimbulkan perpecahan. Di beberapa negara Islam muncul fanatisme-fanatisme golongan. Kaum sufi dengan bidahnya tidak mau ketinggalan untuk ikut memperkeruh keadaan. Begitu pula dengan para ahli kalam, para filosof, dan aliran batiniah. Akibatnya, negara kaum muslimin di wilayah Syam dan yang lainnya praktis dikuasai oleh orang-orang kafir.

Pada saat itulah Allah menampilkan orang-orang seperti As-Syatibi, Syekh Islam Ibnu Taimiyah dan murid-muridnya seperti Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Adz-Dzahabi, Ibnu Katsir, dan Ibnu Rajab. Gembong-gembong bidah dan serdadu-serdadu sesat itu dihadapi oleh Syekh Islam Ibnu Taimiyah. Ia berjuang di segala medan dengan lisan, pena, dan tangannya. Ia berani menantang para ahli kalam, para filosof, kaum batiniah, kaum sufi, kaum Rafidhah, kaum Yahudi, kaum Nasrani, dan kaum Shabiah.

Syek Islam Ibnu Taimiyah juga berjuang dengan ilmu, lisan, dan pedangnya menghadapi orang-orang kafir Tartar, pasukan salib Kristen, dan para pemberontak. Ia memberikan semangat kepada kaum muslimin untuk berjihad di semua medan. Dalam hal ini ia punya jasa besar dan nyata serta terkenal di mana-mana.

Syek Islam Ibnu Taimiyah adalah seorang penasihat bagi penguasa kaum muslimin. Ia mengingatkan, menasihati, dan menganjurkan mereka untuk berani berjihad. Dengan bijak dan tegas ia suruh mereka untuk mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari yang mungkar. Ia juga menjadi penasihat bagi seluruh kaum muslimin dari lapisan awam sampai para ulama. Ia tekun menyuruh mereka untuk melakukan yang makruf dan melarang mereka dari yang mungkar. Ia dan para pengikutnya gigih menunaikan tugas tersebut. Demi Allah ia tidak merasa takut cercaan orang yang ingin mencerca. Sehingga, dengan jasanya Allah berkenan menampakkan sunah, menolong berkibarnya kembali panji-panji kaum salaf, menelanjangi semua borok atau aib ahli bidah berikut akidah dan manhaj mereka. Dan, sampai ia berhasil menegakkan hujah serta membela agama. Karya dan peninggalannya yang lain sampai sekarang masih dijadikan rujukan oleh setiap orang yang bergelut dalam sunah, dan menjadi sosok yang menakutkan bagi setiap orang yang membela bidah. Di dalam karya-karyanya terdapat permisalan yang begitu signifikan antara yang hak berikut pengikutnya, dan yang batil berikut pengikutnya. Semoga Allah senantiasa merahmatinya, dan memberinya pahala yang terbaik atas jasanya bagi Islam dan kaum muslimin.

Pada abad-abad terakhir, berbagai tindakan yang mengandung bidah dan syirik merajalela di mana-mana. Begitu pula dengan berbagai macam aliran sufi, Maqbariyah, dan tradisi-tradisi jahiliah lainnya. Bahkan, sampai berhasil merambah ke wilayah semenanjung Arab. Hal itu dihadapi oleh seorang tokoh pembela sunah dan pembasmi bidah Syekh Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya. Sehingga, berkat jasa dakwahnya yang penuh berkah Allah berkenan membersihkan bumi semenanjung Arab, terutama wilayah Hijaz, Najd, dan sekitarnya dari tindakan-tindakan yang mengandung bidah dan syirik, aliran Maqbariyah, dan aliran sufi yang menyesatkan. Dan, juga berkat jasa dakwahnya Allah memberikan manfaat kepada kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Buktinya, sunah dan para pembelanya menjadi berjaya. Para pengikut salaf bersatu dan berhimpun seraya berpegang teguh pada tiang yang sangat kokoh. Sunahlah yang dijadikan dasar bagi berdirinya negara yang melindungi diri dengan menggunakan perpaduan antara senjata dan pena, yakni segara Arab Saudi. Allah membuatnya jaya berkat Islam, dan karenanya Allah menolong sunah serta para pengikutnya.

Alhamdulillah kita masih bisa menyaksikan buah hasil dakwah tersebut di mana-mana kendatipun orang-orang ahli bidah masih tetap serakah dan dengki. Mereka mencaci-maki, mengecam, memfitnah, menampakkan sikap permusuhan, dan menyesatkan manusia dengan berbagai macam cara. Tetapi, Allah pasti akan memenangkan urusannya.

Ketika muncul gerakan yang mencaci-maki kaum salaf pada abad keempat belas yang lalu lewat lesan Al-Kautsariyah yang terang-terangan memusuhi beberapa pemimpin salaf dan mengibarkan bendera perang terbuka dengan mereka, mencurigai mereka dan para pengikutnya, memberi gelar-gelar yang buruk dan melontarkan ucapan-ucapan yang menyakitkan, seperti orang-orang zalim, pengacau, dungu, tolol, jembel, rendah, dan lain-lainnya, saat itulah Allah menampilkan orang-orang seperti Al-Mu'allimi, Al-Albani, Bakar Abu Zaid, dan guru-guru kita yang lain hafidzahumullah.

Ketika muncul perbuatan-perbuatan bidah di beberapa negara yang suci lewat tangan seorang yang mengaku aliran Alawiyah dan para pengikutnya, sejumlah guru dan murid-muridnya berusaha menentangnya. Semoga Allah memberikan pertolongan kepada kita dan mereka. Guru-guru kita punya jerih payah yang patut disyukuri dalam menghadapi masalah ini. Semoga Allah membantu dan meluruskan langkah-langkah mereka. Dewasa ini muncul para penggali kubur yang berusaha menaburkan hal-hal yang tidak jelas dan membuat bimbang putra-putra kaum muslimin terhadap segala sesuatu yang sudah diyakini kebenarannya. Mereka menggigit para ulama salaf dan mengaduk-aduk kesalahan yang mungkin terdapat pada kitab-kitab karya mereka. Mereka menikam ke sana ke mari di tengah-tengah ulama salaf. Mereka menangisi ketidaksuburan perbuatan-perbuatan bidah yang dapat menimbulkan perpecahan. Mereka menyanjung-nyanjung para pemimpin sesat yang menjadi budak nafsu. Mereka berkali-kali melancarkan serangan terhadap para pemimpin pilihan umat. Sesuai dengan janji Allah yang akan selalu menjaga agama-Nya, kita menunggu siapa yang akan menghadapi gerakan jahat tersebut. Percayalah, Allah yang akan mengatasi kejahatan mereka. Tidak ada daya serta kekuatan sama sekali tanpa pertolongan Allah. Cukuplah Allah bagi kita, dan dia adalah sebaik-baik pemelihara.

Satu hal yang patut diingat adalah bahwa orang-orang yang menjadi budak nafsu, baik dahulu maupun sekarang, selalu merasa gelisah jika ada yang mengingkari perbuatan-perbuatan bidah, menentang para pelakunya, menyuruh yang makruf, dan melarang yang mungkar. Mereka menganggap hal itu--menurut pandangan mereka yang sudah dikuasai nafsu--sebagai tindakan zalim, mencaci maki, pelecehan, kecaman, menghambat kebebasan, dan sikap permusuhan terhadap orang lain yang berseberangan.

Mereka menuduh orang-orang salaf yang melarang bidah dan yang memperingatkan bahayanya dan bahaya para pengikutnya, sebagai orang kafir, atau ahli bidah itu sendiri, atau yang suka usil menyusahkan orang lain, dan lain sebagainya. Semua itu adalah penyesatan dan upaya memutarbalikkan fakta. Apa yang disampaikan oleh orang-orang salaf tersebut merupakan hukum-hukum syariat yang telah berhasil dicetuskan oleh para ulama mujtahid yang jujur untuk orang yang memang secara syariat terkena, sesuai dengan keyakinan mereka. Sangat boleh jadi ada salah seorang di antara mereka yang melakukan kesalahan, tetapi hal itu bukan dari manhaj mereka.

Karena itulah orang-orang yang menjadi budak nafsu mencurigai kaum salaf dengan cara mencaci maki, menghujat, mengutuk, dan lain sebagainya. Menurut persepsi mereka, sebutan kafir, ahli bidah, fasik dan yang lainnya yang ditetapkan oleh orang-orang salaf berdasarkan hukum syariat, adalah sebutan yang mengandung caci maki, kutukan, dan kecaman. Padahal, hal itu adalah sebutan yang proporsional dan tidak mengada-ada. Tetapi, memang begitulah cara yang selalu digunakan oleh musuh-musuh Rasulullah saw. untuk melindungi diri dan memojokkan pihak lain yang mereka benci.

Kita semua tahu bahwa memcaci maki kekufuran, kemusyrikan, bidah, dan kefasikan sangat dianjurkan oleh agama asalkan menggunakan ketentuan-ketentuan syariat. Hal itu diterangkan dalam kitab Allah dan sunah Rasul-Nya saw. Selain menyuruh mengesakan Allah, Nabi saw. sekaligus melarang mempersekutukan-Nya, dan mengecam penyembahan kepada berbagai macam berhala. Ketika Nabi saw. melarang perbuatan syirik, kaum musyrikin mengatakan bahwa beliau telah mencaci maki tuhan-tuhan mereka. Tetapi, itu adalah salah satu caci maki yang dianjurkan, dan menjadi salah satu pilar penting bagi tegaknya agama sepanjang zaman.

Sumber: Hiraasah al-Aqidah, Nashir ibn Abdul Karim al-Aql

Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar