daftar pengunjung

Rabu, 11 April 2012

Perintah Makan yang Halal


Perintah Makan yang Halal

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Dalam sebuah hadis, dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda yang artinya, "Sesungguhnya Allah Ta'ala itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah Ta'ala telah memerintahkan kaum mukmin dengan apa yang telah Ia perintahkan kepada para rasul, maka Allah SWT berfirman yang artinya, "Wahai para rasul makanlah dari yang baik dan beramal salehlah." Allah berfirman yang artinya,"Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezekikan kepada kamu sekalian dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu beribadah."" Kemudian Rasulullah menyebutkan, ""… seorang laki-laki menempuh perjalanan jauh, kusut rambutnya lagi berdebu, dia menengadahkan kedua tangannya seraya berdoa, 'Ya Rabku! ya Rabku!' sedang makanannya haram, minumannya haram, dan bajunya dari yang haram, maka bagaimanakah mungkin doanya akan dikabulkan." (HR Muslim).
Hadis ini di samping merupakan prinsip Islam dan bangunan hukum juga anjuran kepada kita untuk makan yang halal dan meninggalkan yang haram.

Makanan halal maupun haram sama-sama memiliki pengaruh besar dalam kehidupan seseorang, dalam akhlak, kehidupan hati, dikabulkan doa, dan sebagainya. Orang yang senantiasa memenuhi dirinya dengan makanan yang halal, maka akhlaknya akan baik, hatinya akan hidup, dan doanya akan dikabulkan. Sebaliknya, orang yang memenuhi dirinya dengan makanan haram, maka akhlaknya akan buruk, hatinya akan sakit, dan doanya tidak dikabulkan. Dan, seandainya saja akibatnya itu hanya tidak terkabulkannya doa, maka itu sudah merupakan kerugian yang besar. Sebab, seorang hamba tidak terlepas dari kebutuhan berdoa kepada Allah Azza wa-Jalla, meskipun hanya sekejap mata.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. menyebutkan, "… seorang laki-laki menempuh perjalanan jauh, kusut rambutnya lagi berdebu, dia menengadahkan kedua tangannya seraya berdoa, 'Ya Rabku! ya Rabku!' sedang makanannya haram, minumannya haram, dan bajunya dari yang haram, maka bagaimanakah mungkin doanya akan dikabulkan." (HR Muslim).

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Konsep Islam dalam makanan sesungguhnya sama dengan konsep Islam dalam hal lainnya. Yaitu, konsep yang menjaga keselamatan jiwa, raga, dan akal. Makanan yang halal diperbolehkan karena bermanfaat bagi akal dan badan. Sebaliknya, makanan yang buruk tidak diperbolehkan karena akan merusak akal dan badan. Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezekikan kepada kamu sekalian dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu beribadah." (Al-Baqarah: 172).

Bersyukur kepada Allah artinya hati mengakui bahwa rezeki itu dari Allah semata, lisan mengucapkan syukur dan memohon pertolongan kepada Allah agar dirinya senantiasa dapat melakukan ketaaatan kepada Allah. Bila seseorang dapat merealisasikan syukur, niscaya akan hilanglah akhlak buruk dan kufur nikmat dari dirinya. Sehingga nikmat Allah itu menjadi penegak kehidupan bahagia. Namun bila tidak, nikmat itu justru menjadi istidraj.

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Yang halal itu sudah jelas, demikian pula yang haram, namun di antaran keduanya ada perkara yang syubhat. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada perkara yang syubhat yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Barang siapa yang menjaga dari yang syubhat, berarti dia telah menjaga din dan kehormatannya, dan barang siapa yang terjerumus dalam syubhat berarti dia telah terjerumus kepada yang haram. Sebagaimana seorang pengembala yang mengembala di sekitar larangan, maka lambat laun akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki daerah larangan. Adapun daerah larangan Allah adalah apa yang diharamkan-Nya." (HR Bukhari & Muslim). Maknanya adalah yang halal itu jelas, tidak meragukan, sebagaimana yang haram juga jelas, tidak meragukan. Di antara keduanya ada barang yang syubhat yang kebanyakan manusia terjerumus ke dalamnya dan mereka tidak tahu apakah itu halal atau haram.

Maka, sikap seorang muslim ada di antara tiga hal ini, mengambil yang halal, meninggalkan yang haram, dan berdiam diri dari yang syubhat sampai jelas hukumnya. Hal ini dalam rangka menjaga din dan kehormatan, karena mengambil sesuatu yang syubhat akan menjadikan ia mengambil sesuatu yang haram secara bertahap, sebagaimana juga orang yang meremahkan dosa-dosa kecil, lambat laun ia akan terjerumus ke dalam dosa besar.

Pada hadis di atas, ada dua hal yang menunjukkan secara tegas bahaya barang haram. Pertama, Rasulullah menuntut agar meninggalkan yang syubhat karena takut terjerumus ke dalam yang haram. Kedua, Rasulullah mengabarkan bahwa hal-hal yang haram adalah daerah larangan Allah yang tidak boleh didatangi atau didekati. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Tatkala aku membaca ayat di hadapan Rasulullah, yang artinya, 'Wahai manusia makanlah apa-apa yang ada di bumi yang halal dan baik.' Tiba-tiba berdirilah Sa'ad bin Abi Waqqas kemudian berkata,'Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar menjadikan doaku mustajab.' Rasulullah saw. menjawab, 'Perbaikailah makananmu, niscaya doamu mustajab. Demi yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, seseorang yang memasukkan sesuatu yang haram ke dalam perutnya, maka tidak diterima dari amal-amalnya 40 hari. Dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari yang haram dan riba maka neraka lebih layak baginya'."

Dalam Shahih Bukhari disebutkan, Aisyah r.a. berkata, "Abu Bakar r.a. mempunyai seorang pembantu yang menyiapkan makanan baginya. Suatu hari dia datang dengan membawa makanan untuk Abu Bakar r.a. Maka beliau memakannya, kemudian pembantu itu bertanya, 'Tahukah Anda dari manakah makanan itu?' Beliau menjawab, 'Makanan apa ini?' Pembantu itu berkata, 'Dahulu aku menjadi dukun bagi manusia, padahal saya tidak pandai dalam masalah ini, kecuali saya sekadar membohonginya dan makanan yang kamu makan adalah hasil pemberian/upah tatkala aku menjadi dukun.' Maka, Abu Bakar memasukkan tangannya ke mulut dan memuntahkan segala isi perutnya."

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah saw. bersabda, "Allah tidak menerima sedekah seseorang yang mencari penghasilan berupa harta yang haram dan tidak menberkahi apa yang ia belanjakan dan tidak meninggalkannnya di belakang punggungnya, kecuali itu merupakan bekalnya di neraka. Sesunggunya Allah Taala tidak menghapus keburukan dengan keburukan, akan tetapi menghapus keburukan dengan kebaikan. Sesunggunya yang kotor tidak dapat menghapus yang kotor."

Rasulullah saw. bersabda, "Akan datang pada manasia suatu zaman, seseorang tidak peduli terhadap apa yang dia ambil apakah yang halal atau yang haram." (HR Bukhari). Bila kita mencermati, zaman sebagaimana disabdakan Rasulullah di atas, hari ini telah terjadi dan boleh jadi sudah sejak lama. Betapa banyak orang-orang mencari nafkah tidak mempedulikan apakah pekerjaannya halal atau haram. Di antara mereka ada yang mencari nafkah dari jual beli barang haram, bekerja di perusahaan yang mengusahakan barang yang haram, bekerja di perusahaan yang mengambil riba, dan masih banyak lagi. Dan, nampaknya hanya sedikit saja orang yang mencari nafkah dari yang halal.

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Marilah kita tingkatkan rasa takut kita kepada Allah, ingatlah akan suatu hari yang tidak ada manfaat harta dan anak-anak melainkan orang yang datang kepada Allah dengan hati yang salim (hati yang bersih). Wahai Saudara-Saudaraku, kita berharap kepada Allah semoga digolongkan ke dalam orang yang sedikit itu, yaitu mereka yang mengambil dari yang halal. Amin. Wallahu a'lam.

Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar