daftar pengunjung

Rabu, 11 April 2012

Riba


Riba
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan." (Ali Imran: 130).
Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, melalui firman-Nya itu Allah melarang para hamba-Nya yang beriman melakukan riba dan memakannya dengan berlipat ganda. Sebagaimana pada masa jahiliah dulu mereka mengatakan, "Jika utang sudah jatuh tempo, maka ada dua kemungkinan: dibayar atau dibungakan. Jika dibayar, urusan selesai; jika tidak, ditetapkan tambahan untuk jangka waktu tertentu dan kemudian ditambahkan pada pinjaman pokok." Demikian seterusnya pada setiap tahunnya.

Kemudian, Allah Taala memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk bertakwa agar mereka beruntung di dunia dan akhirat.

"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang telah kemasukan setan lantaran disentuhnya. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba." (Al-Baqarah: 275).

Artinya, mereka tidak dapat berdiri dari kuburan mereka pada hari kiamat kelak, kecuali seperti berdirinya orang gila pada saat mengamuk dan kerasukan setan. Hal itu dikarenakan ketika mereka memakan harta riba, Allah SWT mengembangbiakkannya dalam perut mereka sehingga memberatkan. Setiap kali mereka bangun setiap kali itu pula mereka jatuh tersungkur. Mereka ingin bergegas seperti orang-orang namun tidak mampu melakukannya.
Ibnu Abbas r.a. mengatakan, "Pemakan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak dalam keadaan gila yang tercekik."

Imam Bukhari meriwayatkan dari Samurah bin Jundab dalam hadis panjang tentang mimpi, "Maka tibalah kami di sebuah sungai, aku menduga ia mengatakan, 'Sungai itu merah semerah darah.' Ternyata di sungai tersebut terdapat seorang yang sedang berenang, dan di pinggirnya terdapat seseorang yang telah mengumpulkan batu yang sangat banyak di sampingnya. Orang itu pun berenang mendatangi orang yang mengumpulkan batu di sampingnya itu. Kemudian, orang yang berenang itu membuka mulutnya kepada si pengumpul batu tersebut, lalu ia menyuapinya dengan batu." (HR Bukhari). Dalam menafsirkan peristiwa tesebut dikatakan bahwa ia itulah pemakan riba.

Selanjutnya, pada kalimat kedua firman Allah tersebut di atas maksudnya adalah mereka membolehkan riba dimaksudkan untuk menentang hukum-hukum Allah Taala yang terdapat dalam syariat-Nya. Yang demikian itu bukan karena tindakan mereka mengqiyaskan riba dengan jual beli, tetapi karena orang-orang musyrik tidak pernah mengakui penetapan jual beli yang telah ditetapkan Allah SWT di dalam Alquran.

Dari Abu Sa'id al-Khudri r.a., Rasulullah saw. bersabda, "Pada malam aku diisrakan aku melewati suatu kaum yang perut mereka membesar ke depan. Setiap orang dari mereka perutnya seperti rumah yang besar. perut-perut mereka itu telah membuat mereka miring, menumpuk di jalan yang dilewati oleh keluarga Firaun. Padahal, keluarga Firaun itu dibawa ke neraka tiap pagi dan petang. Keluarga Firaun itu datang seperti unta-unta yang kalah perang, mereka tidak mendengar dan tidak berpikir. Jika orang-orang berperut besar tadi merasakan hawa kedatangan keluarga Firaun, mereka akan berusaha untuk bangkit. Tetapi perut mereka memberatkan mereka, sehingga mereka tidak dapat beringsut, dan mereka pun terinjak-injak oleh keluarga Firaun saat mereka datang dan kembali. Itulah azab mereka di alam barzakh (pemisah) alam dunia dan akhirat. Lalu, aku bertanya kepada Jibril, 'Wahai Jibril, siapakah mereka?' 'Merekalah orang-orang yang memakan harta riba, mereka tidak dapat berdiri kecuali seperti berdirinya orang yang telah kerasukan setan lantaran telah disentuhnya,' jawab Jibril." (Dalam kitab Ibnu Katsir riwayat ini disandarkan kepada kitab Dalail Nubuwwah milik Al-Baihaqi, dan kepada Ibnu Jarir serta Abu Hatim. Semuanya meriwayatkan dari jalan Harun al-Abdi dari Abu Sa'id. Abu Harun ini dinyatakan lemah oleh para imam).
Dalam riwayat lain Nabi saw. bersabda, "Ketika aku dimikrajkan aku mendengar suara guntur dan halilintar di atasku, di langit tingkat ketujuh. Aku juga melihat banyak orang, perut mereka di hadapan mereka seperti rumah yang dipenuhi oleh ular dan kalajengking, dan itu dapat dilihat dari balik perut mereka. Lalu aku bertanya, 'Wahai Jibril, siapakah mereka itu?' 'Merekalah orang-orang yang memakan harta riba'."

Nabi saw. bersabda, "Empat golongan, Allah berhak untuk tidak memasukkan mereka ke dalam surga dan tidak pula menjadikan mereka mampu merasakan kenikmatannya. Mereka adalah orang yang terus-menerus minum khamr (arak), orang yang memakan riba, orang yang memakan harta anak yatim, dan orang yang berbuat durhaka kepada kedua orang tuanya. Kecuali jika mereka bertobat."

Diriwayatkan pula bahwa orang-orang yang memakan riba akan dikumpulkan di Padang Mahsyar dalam rupa anjing dan babi disebabkan tipu daya mereka untuk memakan hasil riba, sebagaimana diubahnya rupa ashhabus sabti (orang-orang Yahudi). Ketika mereka membuat tipu daya untuk dapat menangkap ikan yang telah dilarang oleh Allah pada hari Sabtu. Mereka membuat bendungan-bendungan kecil agar ikan masuk ke dalamnya pada hari Sabtu dan mereka dapat mengambilnya pada hari Ahad. Ketika itulah Allah mengubah rupa mereka menjadi rupa kera dan babi. Nah, begitu pula dengan orang-orang yang mencoba membuat tipu daya untuk dapat menikmati hasil riba.

Sahabat Anas r.a. berkata, "Adalah Rasulullah saw. berkhotbah di hadapan kami. Beliau menyebut tentang riba dan menjelaskan betapa besar urusan riba itu. Beliau bersabda, 'Satu dirham yang didapat oleh seseorang (dengan riba) itu lebih dahsyat daripada berzina tiga puluh enam kali dalam pandangan Islam'."

Rasulullah saw. juga pernah bersabda, "Riba itu tujuh puluh (tingkatan) dosa. Yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang menggauli ibunya." Dalam riwayat yang lain, ... yang paling ringan adalah seperti seorang laki-laki yang menikahi ibunya."

Abu Bakar r.a. berkata, "Orang yang memberi tambahan dan yang meminta tambahan, keduanya akan masuk neraka."

Ibnu Mas'ud r.a. berkata, "Apabila kamu mempunyai piutang atas seseorang, lalu ia memberimu sesuatu, janganlah kamu ambil. Sebab, itu termasuk riba."

Hasan al-Basri rhm. berkata, "Apabila seseorang berhutang kepadamu, maka apa yang kamu makan dari rumahnya merupakan barang haram." Ini semua berdasarkan pada sabda Nabi saw. yang menyebutkan bahwa tiap-tiap pinjaman yang ditujukan untuk menghasilkan manfaat, maka itu termasuk riba.

Ibnu Mas'ud r.a. berkata, "Barang siapa memberi rekomendasi kepada seseorang, lalu orang itu memberinya hadiah, maka itu adalah haram."

Pernyataan itu sesuai dengan sabda Nabi saw., "Barang siapa memberi syafaat (rekomendasi) kepada seseorang, lalu orang itu memberinya hadiah dan diterimanya, maka ia telah memasuki pintu yang besar dari antara pintu-pintu riba." (HR Abu Dawud).

Kita berlindung kepada Allah dari bahaya riba.

Referensi:
1. Al-Kabaair, Syamsuddin Muhammad bin Utsman bin Qaimaz at-Turkmani al-Fariqi ad-Dimasyqi asy-Syafii
2. Lubaabut Tafsiir min Ibnu Katsir (Tafsir Ibnu Katsir), Dr. Abdullah bin Muhammad, Abdurrahman bin Ishaq aal asy-Syekh

Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar