daftar pengunjung

Rabu, 11 April 2012

Takwa dan Wara


Takwa dan Wara

Wahai mereka yang telah ridha Allah sebagai Rabbnya, dan Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul-Nya. Ketahuilah bahwasanya Allah swt. berfirman, "Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang kamu kerjakan."(Ali Imran: 120).
Allah juga berfirman melalui lesan Nabi Yusuf a.s., "Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik."(Yusuf: 90).

Kata sabar banyak dibarengi dengan kata takwa di berbagai tempat dalam Alquran. Takwa dan sabar adalah dua unsure fundamental yang mesti ada untuk melindungi seseorang dari kejahatan musuh-musuhnya. Oleh karena itu seseorang mesti berbaju takwa dan berselimut sabar, demi untuk mencapai tujuannya.

Islam telah menjelaskan melalui lesan Rasulullah bahwa, "Yang adalah jelas dan yang haram juga jelas. Dan di antara keduanya ada syubhat (perkara-perkara yang samar dan meragukan). Barang siapa berhati-hati (takwa) dari syubhat, maka dia telah membersihkan diri bagi dien dan kehormatannya. Dan barang siapa terjerumus ke dalam syubhat, berarti dia terjerumus ke dalam yang haram. Bagaikan gembala yang menggembala di sekitar tempat terlarang dan nyaris melanggar kawasan terlarang itu."
(HR Bukhari).

Ruang lingkup wara' adalah ruang lingkup syubhat. Takwa dan wara' pada diri seseorang bisa diketahui pada saat dia menghadapi hal-hal syubhat. Manakala ketakwaan, kehati-hatian, serta kewaspadaan itu berjalan secara kontinyu, maka saat itu pula sifat wara' pada pada diri seseorang semakin meningkat tinggi.
Wara' itu pertama kali muncul dalam dua persoalan; persoalan kepemimpinan dan persoalan harta.
Dalam sebuah hadis sahih dinyatakan, "Tidaklah dua serigala lapar yang dilepas dalam kumpulan domba itu lebih merusak daripada ketamakan seseorang akan kedudukan dan harta terhadapnya." (Shahih Jami'us Shaghir).

Rasulullah menyerupakan dua orang tersebut dengan dua ekor serigala yang lapar, tamak kepada kedudukan adalah serigala dan tamak kepada harta adalah serigala lain. Kedua serigala ini bergerak mengendap-endap di malam yang dingin untuk memangsa dien dan sifat wara' seseorang.

Yang ada dari hati manusia adalah kecintaan (ambisi) terhadap kepemimpinan dan kedudukan. Ambisi yang demikian itu merusakkan. Berapa banyak manusia yang terjerumus ke dalam jurang kebinasaan akibat ketamaka mereka terhadap kedudukan atau jabatan dan kepemimpinan. Wara' dari emas dan perak lebih ringan daripada wara' terhadap jabatan dan kepemimpinan. Sebab emas dan perak adalah alat yang dipergunakan untuk mencapai jabatan dan pangkat. Syahwat terakhir yang keluar dari hati manusia adalah syahwat ingin nampak menonjol dan ingin memimpin. Berapa banyak harta benda yang dihabiskan untuk mencapai ambisi tersebut. Berapa banyak kaum muslimin yang menemui kebinasaan. Berapa banyak negara yang porak poranda. Dan berapa banyak pula kerajaan yang lenyap. Semua itu akibat ketamakan seeorang atau dua orang atau tiga orang terhadap kepemimpinan, syahwat terakhir yang muncul di hati seorang mukmin adalah keinginannya untuk dikenal atau terkenal.

Ingin nampak menonjol, berapa banyak keinginan untuk menonjol yang ternyata membinasakan seseorang. Kaum muslimin adalah yang seharusnya pertama kali dijadikan teladan dalam sifat wara'. Sangat menjauhi bahaya yang menggelincirkan ini, yakni keinginan untuk menonjol yang senantiasa mencampuri hati, kecuali bagi siapa yang dirahmati dan dijaga oleh Allah dan dilindungi hatinya agar tidak terperosok ke dalam syahwat tersebut. Sedikit sekali hati manusia yang bisa melepaskan diri darinya kecuali disaat bertemu Rabbnya (di saat mati).

Sifat wara' tercermin dalam menjaga diri terhadap berbagai keburukan dalam rangka menjaga kebaikan dan menjaga keimanan. Menjaga hati dari sesuatu yang buruk dan merupakan aib di hadapan Rabbul alamin di depan para malaikat mukarramin. Manakala bertambah kewaspadaan, maka di saat itu pula maksiat akan menjadi sedikit, dosa-dosa dan kejelekan menjadi berkurang. Bertakwalah kalian kepada Allah, karena ada makhluk yang selalu menyertaimu di manapun kamu berada kecuali saat seseorang berada di kakus atau saat berjima' dengan istrinya. Takutlah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan kecemburuan Allah itu tatkala hamba-Nya berbuat maksiat. Jauhkan hatimu dari hal yang mencemarkannya. Adapun tingkat tertinggi dari kedudukan ini adalah menjauhkan diri dari memperbanyak hal-hal yang mubah dan meninggalkan hal-hal yang yang tidak bermanfaat bagi dirinya. Sebagaimana sabda Rasulullah, "Termasuk kebaikan Islamnya seorang hamba adalah dia meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi dirinya."

Berapa banyak manusia yang menyibukkan diri mereka dengan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi mereka, sehingga memecah belah kesatuan jama'ah, menghancurkan kehidupan berkeluarga seeorang dan menceraikan hubungan kasih sayang sesama manusia. Semuanya itu karena ia sangat bernafsu untuk berbicara. Dan dia tidak dapat dirinya dari dorongan syahwat ini. Maka dia berbicara dengan suatu yang pembicaraan tanpa mengetahui hakekatnya dan berceloteh dengan sesuatu yang baru menjadi persangkaannya.
"Cukuplah seseorang dikatakan sebagai pendusta, kalau dia mengatakan seluruh apa yang didengarnya." (HR Muslim).
"Sesungguhnya, persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran." (Yunus: 36).

Sesungguhnya, sebagian prasangka itu adalah dosa. Lantas bagaimana dengan pembicaraan mengenai kehormatan dan kesucian seseorang yang hanya dilandasi oleh persangkaan dan syubhat?
Ada seseorang datang kepadamu, lalu engkau menanyakan kepadanya tentang si Fulan. Engkau ingin mengetahui pribadinya secara pasti. Lantas dia berkata, "Dia adalah seorang yang baik dan saleh, akan tetapi dia melakukan demikian, demikian, dan demikian. Kata "akan tetapi" tadi telah menghancurkan bangunan dan tiang-tiang serta mencabik-cabik kehormatan dan harga dirinya.
Rasulullah saw. Bersabda, "Tahukan kamu siapakah orang yang bangkrut itu? Para sahabat menjawab, 'Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak mempunyai dirham (uang) atau harta sama sekali'. Beliau bersabda, 'Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, zakat, haji dan seterusnya, disamping itu dia juga mencaci maki seseorang, mengambil harta seseorang, mencela seseorang, dan memukul seseorang, maka orang itu mengambil kebaikan-kebaikannya dan menimpakan keburukan-keburukannya pada orang tersebut. Demikian juga orang ini dan itu. Apabila kebaikannya telah habis sebelum dituntaskan apa yang menjadi tanggungannya, maka diambillah kesalahan-kesalahan mereka dan ditimpakan kepadanya. Kemudian dia dilemparkan ke dalam neraka'."
(HR Muslim). Kita tidak mempunyai simpanan kebaikan kecuali sedikit sekali, kemudian mengapa kita membakar kebaikan itu dengan kata-kata yang tidak bermanfaat bagi kita sama sekali. Diceritakan bahwa ada seorang saleh yang bertanya tentang pemilik istana, "Milik siapa istana ini?" kemudian dia teringat hadis , "Termasuk kebaikan Islamnya seorang hamba adalah dia meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi dirinya." Kemudian dia melakukan puasa setahun untuk menebus kesia-siaannya, hanya karena ia bertanya tentang pemilik istana itu. Lalu bagaimana dengan orang yang siang dan malam menggunakan lisannya untuk mencela dan mencemarkan kehormatan orang lain, mencari-cari kesalahan orang lain, dan tidak ada yang selamat sedikitpun dari orang muslim kecuali ia koyak-koyak dagingnya dengan gigi-giginya dan ia jilati harga dirinya dengan lesannya. Bagaimana nanti ketika ia menjumpai Allah swt?

Rasulullah bersabda, "Tinggalkanlah sesuatu yang kamu meragukannya kepada sesuatu yang tidak kau ragukan."
Tinggalkanlah syubhat-syubhat, tinggalkanlah pembicaraan-pembicaraan yang mubah (diperbolehkan) hingga engkau naik ke tingkat wara' dan takwa supaya Allah melindungimu dari kejahatan musuh-musuhmu. Kemudian ingatlah selalu suatu prinsip yang difirmankan oleh Allah, "Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman."(Al-Hajj: 38).
"Barang siapa menyakiti wali-Ku atau barang siapa memusuhi wali-Ku, maka aku sungguh-sungguh akan memeranginya."(HR Bukhari).

Apakah engaku sanggup memerangi Rabbul alamin? Mampukah engkau perang tanding melawan Dzat yang mengalahkan segenap langit dan bumi?

Tahapan pertama dari tahapan-tahapan untuk mencapai sifat wara' adalah menjauhkan diri dari keburukan dan kejahatan, dan waspada terhadap daerah-daerah yang telah ditanami ranjau yakni daerah-daerah mubah dan syubhat. Barang siapa berhati-hati terhadapnya, maka sesungguhnya dia telah membersihkan dirinya bagi dien dan kehormatannya. Pernahkah engkau melihat bagaimana seseorang menjaga bajunya agar tidak terkena noda dan najis? Maka bersihkanlah dien dan kehormatanmu dan sucikanlah. Dan tidak ada sesuatu yang dapat mensucikannya dari syubhat dan syahwat melainkan sifat wara'. Seseorang tidak mungkin dapat menjadi seorang beriman, dan ucapannya dianggap sebagai ucapan orang-orang muttaqin kecuali jika dia berhati-hati terhadap syubhat dan syahwat. Sumber: Tarbiyah Jihadiyah, Dr. Abdullah Azzam. 

0 komentar:

Posting Komentar