Titik
Kemuliaan Ibu Rumah Tangga
Sumber: MQ Media On Line - Telaah Utama
Sumber: MQ Media On Line - Telaah Utama
Oleh : Aa Gym
"Rasa kasih sayang
dalam rumah tangga memerlukan satu poros utama, dan ia adalah wanita yang
menjadi ibu rumah tangga. Tanpa kehadiran ibu rumah tangga, maka rumah tangga
akan kering tanpa makna." (Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei)
SESAAT menjelang bunuh diri,
aktris kenamaan Hollywood, Marilyn Monroe, menulis sepucuk surat untuk kaum
wanita seluruh dunia. Bintang iklan yang juga supermodel paling populer itu
menyampaikan sebuah penyesalannya menjalani kehidupan di dunia ini. Salah satu
kutipan dalam suratnya tersebut sebagai berikut:
"…Waspadailah
popularitas wahai wanita…Waspadailah setiap kegemerlapan yang menipumu. Saya
adalah wanita termalang di muka bumi ini, sebab saya tidak bisa menjadi seorang
ibu. Sesungguhnya wanita itu seharusnya menjadi penghuni rumah utama. Kehidupan
berumah tangga dan berkeluarga secara mulia di atas segalanya. Sesungguhnya
kebahagiaan wanita yang hakiki adalah dalam kehidupan rumah tangga yang mulia
dan suci, bahkan kehidupan berumah tangga adalah simbol kebahagiaan wanita dan
manusiawi."
Marilyn Monroe tak
sendirian. Kini, banyak kaum perempuan barat mengikuti penyesalan Marilyn
Monroe. Penyesalan ini lahir dari banyak hal yang telah mereka lakukan di luar
fitrah mereka. Mereka menyesal atas kesibukannya di luar rumah. Karena
kesibukan mereka di luar rumah, keluarga mereka menjadi rentan dihinggapi
berbagai masalah. Penyelewengan, perselingkuhan suami istri, adalah masalah
dominan yang kerap mengunjungi mereka. Karenanya, kegoncangan kehidupan rumah
tangga, penyelewengan pendidikan anak yang menyebabkan mereka terlantar dan
sengsara menjadi pelengkap penyesalan mereka. Tentu, secara fitrah, tak ada
seorang wanita (ibu) yang tak menangis hatinya saat melihat anak-anaknya
memiliki moral yang rusak, bebas berzina, hamil di luar nikah, aborsi, dan
lain-lain. Tapi, inilah yang terjadi di barat sana.
Kaum wanita yang hidup dalam
liberalisme barat mulai menyadari bahwa persamaan, kesetaraan, dan kebebasan
yang didengungkan banyak kaumnya di negeri mereka, sebetulnya telah merampas
kebahagiaan dan fitrah mereka sendiri. Mahmud Mahdi Al Istambuli menyampaikan
kabar kesadaran mereka itu sebagai berikut: "Mereka baru-baru ini mulai
mengajukan persamaan dengan wanita Muslimah, sesudah mereka tahu apa tujuan di
balik semboyan-semboyan dan slogan-slogan bohong itu. Wanita-wanita barat rindu
mendapatkan kehidupan sebagaimana dialami wanita di negeri Islam. Mereka
menuntut persamaan dengan kehidupan para Muslimah itu."
***
MONROE berharap menjadi seorang ibu yang baik. Bahkan, ia menyatakan sendiri bahwa kebahagiaan hakiki seorang wanita adalah ketika ia mampu menjadi ibu, yang berkiprah total dalam kehidupan rumah tangga dan keluarganya. Berkhidmat dan taat sepenuhnya kepada suami, melahirkan anak, mendidiknya, membesarkannya, menjadikan mereka generasi yang taat kepada orangtua, dan generasi penerus perjuangan yang akan mampu mewujudkan peradaban mulia.
Tentu, Monroe dan banyak kaum wanita yang kemudian menyadari kekeliruannya selama ini, melihat sebuah kemuliaan dalam status itu. Dan, secara tidak langsung, ia menyanggah bahwa kebahagiaan hakiki seorang wanita ada dalam gemerlapnya harta, tingginya kedudukan, pesatnya karier, dan lain-lain.
Sesungguhnya, yang Monroe
lihat adalah sebuah kebenaran. Kebenaran yang selama ini diajarkan Islam.
Ajaran yang menempatkan wanita, terutama ibu, dalam posisi yang sangat mulia.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei mengatakan, "Anda yang beraktivitas di luar rumah, baik Anda sebagai dokter, dosen di perguruan tinggi, atau profesi-profesi akademis lainnya yang pada tempatnya tentu relevan, tetap harus memberikan kiprahnya di dalam rumah. Masalah keibuan, status sebagai istri, rumah dan rumah tangga, semuanya merupakan hal amat fundamental dan vital. Anda bukanlah wanita yang sempurna jika Anda tidak menangani urusan di dalam rumah. Rasa kasih sayang dalam rumah tangga memerlukan satu poros utama, dan itu ialah wanita yang menjadi ibu rumah tangga. Tanpa kehadiran ibu rumah tangga, maka rumah tangga akan kering tanpa makna."
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei mengatakan, "Anda yang beraktivitas di luar rumah, baik Anda sebagai dokter, dosen di perguruan tinggi, atau profesi-profesi akademis lainnya yang pada tempatnya tentu relevan, tetap harus memberikan kiprahnya di dalam rumah. Masalah keibuan, status sebagai istri, rumah dan rumah tangga, semuanya merupakan hal amat fundamental dan vital. Anda bukanlah wanita yang sempurna jika Anda tidak menangani urusan di dalam rumah. Rasa kasih sayang dalam rumah tangga memerlukan satu poros utama, dan itu ialah wanita yang menjadi ibu rumah tangga. Tanpa kehadiran ibu rumah tangga, maka rumah tangga akan kering tanpa makna."
Dr. Mien Uno, salah seorang
tokoh perempuan negeri ini mengungkapkan hal senada. "Saya menganggap
bahwa ibu rumah tangga adalah karir yang sangat terhormat. Akan tetapi, banyak
masyarakat kita yang berpendapat bahwa status ibu rumah tangga bukanlah karir
karena tidak bergerak dalam lingkup publik. Saya tidak mengerti yang
dimaksudkan dengan lingkup publik. Bagaimanapun, menurut pendapat saya, justru
ibu rumah tangga adalah posisi yang sangat terhormat karena dia melingkupi
faktor-faktor sosial dengan keluarga, dengan masyarakat. Dia peletak dasar
agama, kemudian sebagai seorang pendidik yang baik. Karenanya, dia berkarir
sebagai ibu rumah tangga."
Sebuah puisi dari Chages,
Challenges and Choices: Women in Develompent in Papua New Guinea, mungkin
menjadi daftar lanjutan layaknya posisi ibu rumah tangga mendapat tempat
terhormat dan mulia.
Berikut bait-bait puisi yang
dimaksud:
Istriku Yang Tidak Bekerja
Suatu ketika
Siapa yang mengerik sagu?
Siapa merawat ternak itu?
Menjadi tumbuh dan menjual makanannya
Hingga keluarga bertahan
Siapa menimba air di sumur?
Merawat dan menyayang anak-anak itu?
Merawat yang sakit?
Yang pekerjaannya menghabiskan waktu
Yang bagi lelaki untuk minum kopi, merokok, berpolitik dengan temannya?
Siapa hatinya tercurah bagi anak-anak?
Yang perjuangannya
Tak terlihat
Tak terdengar
Tak dihargai
Tak terbantu
Membantu pembangunan?
Siapa peduli untuk bilang
Benarkah Istriku tidak bekerja?
Suatu ketika
Siapa yang mengerik sagu?
Siapa merawat ternak itu?
Menjadi tumbuh dan menjual makanannya
Hingga keluarga bertahan
Siapa menimba air di sumur?
Merawat dan menyayang anak-anak itu?
Merawat yang sakit?
Yang pekerjaannya menghabiskan waktu
Yang bagi lelaki untuk minum kopi, merokok, berpolitik dengan temannya?
Siapa hatinya tercurah bagi anak-anak?
Yang perjuangannya
Tak terlihat
Tak terdengar
Tak dihargai
Tak terbantu
Membantu pembangunan?
Siapa peduli untuk bilang
Benarkah Istriku tidak bekerja?
Keterhormatan profesi ibu
rumah tangga tentu tidak berhenti di titik itu. Keterhormatan itu akan semakin
lengkap manakala seorang ibu rumah tangga mampu mewujudkan tiga struktur rumah
tangga, seperti yang diungkapkan Syeikh Muhammad Al-Ghazali, yaitu sakinah,
mawaddah dan rahmah.
Menurut Al Ghazali, yang
dimaksud sakinah adalah hendaknya seorang ibu rumah tangga harus berpuas hati
dengan pasangannya, demikian juga sebaliknya. Mereka harus menanamkan kesetiaan
dalam kehidupannya. Seorang ibu rumah tangga sepatutnya tahu kesenangan suami.
Menyediakan segala keperluan yang disukainya terlebih dahulu, sebelum meminta
sesuatu darinya. Sementara mawaddah, berarti seorang ibu rumah tangga harus
berupaya menumbuhkan rasa suka dan duka bersama keluarganya. Dan rahmah,
berarti seorang ibu rumah tangga harus senantiasa mendasarkan setiap perilaku
dan aktivitasnya di dalam rumah kepada akhlak yang mulia, serta tahu bersyukur
atas nikmat yang diperoleh.
Namun demikian, menjadi ibu
rumah tangga yang mendapat kehormatan dan kemuliaan memerlukan kelayakan yang
cukup. Wanita yang berhati batu, tidak pandai menaati suami, sering menuntut
hak dan mengada-adakan masalah, tetapi gagal menunaikan tanggungjawab, tidak
layak mendapat tempat terhormat dan mulia itu. Apalagi ia tidak mampu mewujudkan
kehormatan anak-anaknya yang bakal menyambung kehidupan rumah tangga dan
mewujudkan peradaban mulia. Kini, dengan catatan daftar kehormatan ibu rumah
tangga, masih adakah yang menyebut bahwa ibu rumah tangga sebagai profesi
terhina? Wallahua'lam. (Syam/MQ)***
0 komentar:
Posting Komentar