Muhasabah Di Bulan Muharam
Oleh: Faqihuddin
Oleh: Faqihuddin
Sidang Jum’ah yang
berbahagia.
Setelah kita bersyukur
kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan bershalawat kepada nabi kita Muhammad
Shalallaahu alaihi wasalam. Kita berharap dan memohon semoga Allah Subhannahu
wa Ta'ala, meridhoi dan menerima amalan yang kita lakukan sebagai amalan ibadah
yang diterima serta kita memohon pula untuk senantiasa dijadikan pengikut
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam yang setia hingga akhir hayat serta kita
tidak kembali keharibaanNya kecuali dalam keadaan berserah diri kepadaNya,
sebagaimana yang Allah perintahkan kepada kita di dalam surat Ali Imran ayat
102: Artinya: “Dan
janganlah kamu mati, kecuali dalam keadaan beragam Islam.” (QS. Ali
Imran 102)
Sidang Jum’at yang
berbahagia
Perputaran waktu terus
bergulir seiring dengan perputaran matahari. Dari hari ke hari, minggu ke
minggu dan bulan ke bulan, tanpa terasa kita sampai pada suatu putaran bulan
Muharam yang merupakan permulaan dari putaran bulan dalam kalender hijriyah.
Banyak dari saudara kita yang menjadikan bulan Muharram ini sebagai momentum,
sehingga memperingatinya merupakan suatu hal yang menjadi keharusan bahkan
terkadang sampai keluar dari syari’at Islam. Padahah Rasul Shalallaahu alaihi
wasalam dan para sahabatnya serta ulama pendahulu umat tidak pernah melakukan
hal tersebut.
Sidang Jum’at yang
berbahagia
Mestinya kita banyak
bertafakur untuk bermuhasabah atas bertambahnya umur ini, karena sesungguhnya
dengan bertambah-nya umur berarti hakekatnya berkurang kesempatan untuk hidup
di dunia ini. Allah menciptakan kita hidup di muka bumi ini bukan untuk
sia-sia. Tanpa tujuan yang jelas. Sebagaimana kita tahu bersama bahwa Allah
menciptakan makhluk bernama manusia tiada lain hanya untuk beribadah kepadaNya.
Allah berfirman di dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 sebagai berikut: Artinya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembahKu (beribadah kepadaKu).”
Sidang Jum’at yang
berbahagia ..
Hidup di dunia ini sementara
bukan kehidupan yang abadi atau kekal, dan dunia ini hanya merupakan
persinggahan, yang tujuannya adalah kehidupan yang kekal abadi yaitu kehidupan
akhirat. Berkenaan dengan ini Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”. (Al-A’la: 17).
Artinya: “Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”. (Al-A’la: 17).
Ayat ini menunjukkan bahwa
kehidupan dunia dengan segala gemerlapan dan keindahannya tidak berarti apa-apa
jika dibandingkan dengan kebaikan dan kekekalan kehidupan akhirat yang kekal
abadi.
Sidang Jum’at yang
berbahagia
Maka seorang yang beriman
kepada Allah, dia harus lebih memanfaatkan kehidupan dunia ini dengan
sebaik-baiknya untuk mempersiapkan kehidupan yang abadi tersebut. Dan
menjadikan dunia ini sebagai sarana menuju kehidupan akhirat yang lebih baik.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman dalam surat Al-Hasyr:
Artinya: “Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akherat) dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Hasyr: 18).
Artinya: “Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akherat) dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Hasyr: 18).
Sidang Jum’at yang
berbahagia ..
Lalu bekal apa yang akan
kita bawa menuju kehidupan yang penuh dengan kebaikan tersebut? Dengan
hartakah? Pangkatkah yang kita banggakan? Atau keturunankah? Saya keturunan
raja, bangsawan atau kyai. Ternyata bukan itu semua, sebab Allah Maha Kaya,
Maha Berkuasa dan Maha Suci tidak memandang yang lain dari hambaNya kecuali
taqwa hambaNya. Sebagaimana Allah ingatkan dalam firmanNya:
Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu”.
Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu”.
Sidang Jum’at yang
berbahagia
Jelas bagi kita bahwa bekal
yang harus kita persiapkan tiada lain hanyalah taqwa, karena taqwa adalah
sebaik-baik bekal dan persiapan. Allah berfirman dan mengingatkan kita semua
dalam surat Al-Baqarah:
Artinya: “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepadaKu hai orang-orang yang berakal”. (QS. Al. Baqarah: 197).
Artinya: “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepadaKu hai orang-orang yang berakal”. (QS. Al. Baqarah: 197).
Sering kita mendengar kata
takwa dari ustadz, mubaligh dan para penceramah, namun bagi kebanyakan kita
antara perbuatan dengan apa yang didengar tentang takwa jauh dari semestinya.
Mengapa demikian? Di antara sebabnya mereka belum tahu hakekat takwa, tingkatan
dan buah dari takwa tersebut. Sehingga hanya masuk telinga kanan dan keluar
telinga kiri tanpa adanya perhatian penuh terhadap pentingnya bertakwa yang
merupakan sebaik-baik bekal bagi kehidupan dunia ini terlebih kehidupan akhirat
nanti.
Sidang Jum’at yang
berbahagia ...
Ar-Rafi’i menyatakan dalam
Al-Mishbahul Munir Fi Gharibisy Syahril Kabir, “Waqahullahu Su’a” artinya Allah
menjaga dari kejahatan. Dan kata Al-Wiqa’ yaitu segala sesuatu yang digunakan
sebagai pelindung. Itulah arti takwa secara bahasa. Sedangkan takwa menurut
syariat para ulama berbeda pendapat, namun semuanya bermuara pada satu
pengertian, yaitu seorang hamba melindungi dirinya dari kemurkaan Allah, dan
juga siksaNya. Hal itu dilakukan dengan melaksanakan yang diperintahkan dan
menjauhi apa yang dilarangNya. Ibnu Qayyim menyatakan, hakikat takwa adalah
mentaati Allah atas dasar iman dan ihtisab, baik terhadap perkara yang
diperintahkan ataupun perkara yang dilarang. Maka dia melakukan perintah itu
karena imannya terhadap apa yang diperintahkanNya disertai dengan pembenaran
terhadap janjiNya, dengan imannya itu pula ia meninggalkan yang dilarangNya dan
takut terhadap ancamanNya.
Sidang Jum’at yang
berbahagia.
At-Takwa dalam Al-Qur’an
mencakup tiga makna yaitu: pertama: takut kepada Allah dan pengakuan
superioritas Allah. Hal itu seperti firmanNya:
Artinya: “Dan hanya kepadaKulah kamu harus bertakwa.” (Al-Baqarah: 41).
Artinya: “Dan hanya kepadaKulah kamu harus bertakwa.” (Al-Baqarah: 41).
Kedua: Bermakna taat dan
beribadah, sebagaimana firmanNya:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa”. (Ali Imran: 102).
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa”. (Ali Imran: 102).
Ibnu Abas Radhiallaahu anhu
berkata, “Taatlah
kepada Allah dengan sebenar-benarnya ketaatan.”
Mujahid berkata, “Takwa kepada Allah artinya, Allah harus ditaati dan pantang dimaksiati, selalu diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.”
Ketiga, dengan makna pembersihan hati dari noda dan dosa. Maka inilah hakikat takwa dari makna takwa, selain pertama dan kedua. Allah berfirman yang artinya: “Barangsiapa yang mentaati Allah dan rasulNya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepadaNya maka mereka itulah orang yang beruntung”. (An-Nur: 52).
Mujahid berkata, “Takwa kepada Allah artinya, Allah harus ditaati dan pantang dimaksiati, selalu diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.”
Ketiga, dengan makna pembersihan hati dari noda dan dosa. Maka inilah hakikat takwa dari makna takwa, selain pertama dan kedua. Allah berfirman yang artinya: “Barangsiapa yang mentaati Allah dan rasulNya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepadaNya maka mereka itulah orang yang beruntung”. (An-Nur: 52).
Sidang Jum’at yang
berbahagia ..
Para mufassir juga berkata,
bahwa takwa mempunyai tiga kedudukan:
1. Memelihara dan menjaga
dari perbuatan syirik
2. Memelihara dan menjaga dari perbuatan bid’ah
3. Memelihara dan menjaga dari perbuatan maksiat.
Sehingga seorang disebut muttaqin, selalu berusaha sungguh-sungguh berada dalam keadaan taat secara menyeluruh, baik dalam perkara wajib, nawafil (sunnah), meninggalkan kemaksiatan berupa dosa besar dan kecil. Serta meninggalkan yang tidak bermanfaat karena khawatir terjerumus ke dalam dosa, itulah cakupan takwa sebagaimana dimengerti oleh salafush shalih.
2. Memelihara dan menjaga dari perbuatan bid’ah
3. Memelihara dan menjaga dari perbuatan maksiat.
Sehingga seorang disebut muttaqin, selalu berusaha sungguh-sungguh berada dalam keadaan taat secara menyeluruh, baik dalam perkara wajib, nawafil (sunnah), meninggalkan kemaksiatan berupa dosa besar dan kecil. Serta meninggalkan yang tidak bermanfaat karena khawatir terjerumus ke dalam dosa, itulah cakupan takwa sebagaimana dimengerti oleh salafush shalih.
Sidang Jum’at yang
berbahagia.
Apa yang kita dapatkan bila
bertakwa kepada Allah?
Allah Ta’ala menjanjikan kepada kita, akan berada dalam kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Di antara janji Allah yang merupakan buah dari takwa adalah memberikan jalan keluar dan mendatangkan rizki. Allah Ta’ala berfirman:
Allah Ta’ala menjanjikan kepada kita, akan berada dalam kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Di antara janji Allah yang merupakan buah dari takwa adalah memberikan jalan keluar dan mendatangkan rizki. Allah Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa yang bertakwa
kepada Allah niscaya Dia mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari
arah yang tiada disangka-sangkanya.” (At-Thalaq: 2-3).
Mengadakan jalan keluar
artinya menyelamatkannya dari setiap kesulitan di dunia dan akherat. Ibnu
‘Uyainah berkata itu artinya, ia mendapat keberkahan dalam rizkinya. Dan Abu
Sa’id Al-Khudri berkata: Barangsiapa berlepas dari kuatnya kesulitan dengan
kembali kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar dari beban yang
ia pikul. “ (Jami Ahkamiil Qur’an, VIII: 6638-3369, secara ringkas) Dan balasan
bagi mereka di akhirat yang jelas adalah akan mewarisi tempat yang merupakan
dambaan setiap insan yaitu Surga dengan segala kenikmatannya. Allah Ta’ala
berfirman:
“Itulah Surga yang akan kami wariskan kepada hamba-hamba kami yang
selalu bertakwa” (Maryam: 63).
Demikianlah kita sebagai
hamba Allah, sudah semestinya dalam menghadapi bulan Muharam ini dengan
bertafakkur, sudah sejauh mana persiapan kita menghadapi kehidupan yang abadi
tersebut. Yang terkadang kita begitu bersemangat dan penuh antusias menggapai
kehidupan yang fana ini. Mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
alsofwah.or.id -
0 komentar:
Posting Komentar